Proposal Skripsi 1206214173 Hubungan Realisasi Anggaran Dan Tingkat Korupsi Pada Kementerian Dan Lembaga [625354]

1

Universitas Indonesia
Analisis hubungan Realisasi Anggaran Terhadap Hasil Pemeriksaan BPK dengan Tingkat
Korupsi pada Kementerian dan Lembaga
Oleh: 120621473
Abstrak
Laporan keuangan merupakan sebuah pertanggungjawaban atas pengelolaan asset, pemerintah
dalam hal ini adalah Kementerian dan lem baga sebagai pengelola anggaran pemerintah pusat
bertanggung jawab kepada perwakilan rakyat dan diperiksa secara independen oleh Badan
Pemeriksa Keuangan atas dasar kepatuhan lembaga dan badan pemerintahan pada kepatuhan
mereka terhadap peraturan perundang -undangan di tindak lanjuti oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi. Laporan keuangan yang menjadi titik fokus pada penelitian ini adalah laporan realisasi
anggaran. Penelitian ini menganalisis secara deskriptif data panel hubungan antara realisasi
anggaran deng an hasil pemeriksaan keungan, pemeriksaan kinerja dan temuan BPK terhadap
kepatuhan Kementerian dan Lembaga pada perundang -undangan dengan tingkat korupsi
Kata Kunci:
Keuangan Negara, Realisasi Anggaran , Kepatuhan Perundang -Undangan , Pemeriksaan Kinerja ,
Pemeriksaan Keuangan, Temuan BPK, Tingkat Korupsi.

2

Universitas Indonesia
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan sistem pemerintahan bersifat demokrasi (Suleman,
2010) yang berarti bahwa pemerintahan berasal dari rak yat, oleh rakyat dan untuk rakyat
(Rahayu, 2007) , sehingga dalam pemerintahan indonesia, pemerintah berperan sebagai
pengelola negara atau daerah yang harus dipertanggung jawabkan kepada rakyatnya
(Dwidjowijoto, 2006) . Pemer intah dalam hal ini adalah presiden sebagai kepala negara ,
memberikan kuasa kepada Menteri Keuangan sebagai pengelola keuangan, kemudian
Menteri/Pimpinan lembaga/Kepala Daerah sebagai pengguana anggaran. Hal ini sesuai dengan
yang tercantum pada Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2003 pada pasal 6 ayat 2. Lalu untuk
membangun good governance sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah kepada rakyat,
pemerintah juga membentuk lembaga independen bernama Badan Pemeriksa Keuangan yang
sesuai d engan namanya bertujuan untuk melakukan pemeriksaan terhadap penggunaan anggaran
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal di atas tercantum dengan
jelas di Undang -Undang Nomor 15 Tahun 2004 yang membahas tentang pemeriksaan
pengelola an dan tanggung jawab terhadap keuangan negara . Didalam peraturan tersebut juga
disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk mengelola keuangan negara secara
tertib, menaati peraturan undang -undang, efisien, ekonomis, efektif dan transparan dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. Sehingga pemberian opini pemeriksaan yang
dilakukan oleh BPK diberikan atas dasar hasil pemeriksaan terhadap kewajaran penyajian
laporan keuangan, dengan seluruh informasi keuangan yang disajikan dengan memadai, te rbuka,
transparan dan dapat dipertanggung jawabkan (Djalil, 2014) . Dalam Pemerintahan dapat kita
katakan bahwa kejadiannya sesuai dengan agency theory yang dipopulerkan oleh Jensen dan
Meckling (1976) menyatakan bahwa adanya pemilik modal dan pengelola modal tersebut
(Godfrey, 2010) , sehingga diperlukan adanya laporan keuangan. Dalam sektor publik, khususnya
dalam suatu pemerintahan maka Pemerintah selaku pengelola bertanggunga jawab kepada
rakyatn ya yang diwakili oleh Dewan Perwakilan dan diawasi oleh BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan) (Deddi Nordiawan, 2012) (Mardiasmo, 2005) . Prinsip tersebut sesuai dengan
peraturan UU Nomor 15 tahun 2004 . Laporan keuangan sangatlah penting, karena dengan

3

Universitas Indonesia
laporan keuagan kita dapat mengetahui kinerja, efisiensi dan efektifitas suatu lembaga
(Rutherford, 2000) .
Dalam penelitian ini, kami fok us pada laporan keuangan pemerintah pusat karena
pemerintah pusat merupakan gambaran umum Indonesia secara keseluruhan . Laporan keuangan
yang dibuat oleh pemerintah pusat, dilimpahkan pada Kementerian/Lembaga untuk kemudian
diperiksa oleh BPK . Laporan keuangan yang akan diperiksa oleh BPK antara l ain Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) . Namun penelitian ini berfokus pada LRA dengan hasil pemeriksaan
ketidakpatuhan karena realisasi anggaran dapat mencakup seluruh aktivitas K/L se lama periode
bersangkutan dan berisi tentang realisasi pendapatan dan pengeluaran yang te lah tercatat
berdasarkan administrasi yang ada . Hal tersebut diatur dalam Undang -Undang Nomor 15 Tahun
2004. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga bekerja berdasarkan U ndang -Undang Dasar 1945
Pasal 25E ayat 1 yaitu untuk melakukan pemeriksaan terhadap keuangan negara yang dikelola
oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, perkembangan opini
pemeriksaan terhadap kementerian dan lembaga (selanjut nya disingkat dengan LKKL)
ditemukan bahwa sekitar tahun 2015 terjadi penurunan jumlah LKKL yang mendapat opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) jika dibandingkan pada tahun 2011 yaitu masing -masing
sekitar 65% dan 76% atau menurun sekitar 11%. Kemudian di s isi lain jika dibandingkan hasil
pemeriksaan 2015 dengan 2011, terjadi peningkatan LKKL yang mendapatkan opini WDP
masing -masing 30% dan 21% atau meningkat 9%, serta LKKL yang mendapatkan predikat
Tidak Memberikan pendapat (TMP) oleh BPK masing -masing 5% dan 3% atau meningkat
sekitar 2% . Pemberian Opini tersebut oleh BPK tentu saja diberikan atas dasar hasil pemeriksaan
terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, dengan seluruh informasi keuangan yang
disajikan dengan memadai, terbuka, transparan dan da pat dipertanggung jawabkan (Djalil,
2014) . Hasil pemeriksaan keuangan n egara menjadi sangat penting karena menyangkut
kepentingan khalayak umum serta agar penggunaan keuangan Negara tepat sasaran. Maka da lam
suatu pemeriksaan keuangan n egara, kepatuhan laporan keuangan terhadap peraturan perundang –
undangan merupakan suatu hal yang sangat mendasar dan penting meskipun peraturan -peraturan
tersebut dibuat oleh badan -badan perwakilan rakyat yang sarat dengan unsur kepentingan polit ik
partai (Deddi Nordiawan, 2012) . Untuk meneliti hubungan opini audit dengan korupsi, hal lain
yang kita perlukan merupakan informasi jumlah temuan BPK terhadap ketidakpatuhan K/L

4

Universitas Indonesia
terhadap Perundang -Undangan serta tindak lanju t dari temuan tersebut. Karena dengan
mengetahui jumlah temuan terhadap ketidak patuhan tersebut kita akan dapat mengetahui tingkat
kerugian negara. Namun Masyitoh (2014) menemukan bahwa opini audit BPK tidak memiliki
pengaruh terhadap tingkat korupsi. Kar ena hal tersebutlah, kami berfokus untuk menganalisis
realisasi anggaran dengan kinerja K/L meskipun hal tersebut belum cukup, namun dapat
memperkirakan potensi terjadinya korupsi pada K/L yang bersangkutan.
Permasalahan yang sangat pelik juga yang sang at menghambat pembangunan adalah
korupsi, karena korupsi merupakan salah satu hal yang sangat penting yang mempengaruhi
pembangunan suatu negara dan terus di perangi, korupsi juga menghambat pembangunan,
meningkatkan kemiskinan, meningkatkan kesenjangan so sial, menghambat investasi (World
Bank, 2004) . Korupsi bukan hanya permasalahan di Indonesia saja, tetapi juga di negara lain
sehingga Jose Ugaz yang merupakan ketua Transparansi International mengatakan bahwa “In too
many coun tries, people are deprived of their most basic needs and go to bed hungry every night
because of corruption, while the powerful and corrupt enjoy lavish lifestyles with impunity”
(Transparency International, 2017) . Perkataannya menunjukkan bahwa betapa buruknya akibat
dari korupsi .Berdasarkan transparency international pada tahun 2016 ini, indeks persepsi
korupsi di Indonesia berada pada skor 37/100 meningkat jika dibandingkan pada tahun 2012
dengan skor 32/100, dengan peringkat pada tahun 2016 berada pada posisi 90/176 . Saat ini
Indeks Persepsi Korupsi negara Indonesia lebih tinggi dari Philipina 35-101, Thailand 35-101,
Timor leste 35-101,Vietnam 33-113, Laos 30 -123, Myanmar 28-136,Kambodja 21 -156 serta
berada di bawah Malaysia 49-55, Brunei Dar ussalam 58 -41, dan Singapura 84 -7 (Transparency
International, 2017) . Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia saat ini berada pada posisi ke 4
dalam hal corruption perception index jika dibandingkan dengan negara ASEAN yang lainnya.
Indonesia sebagai salah satu Negara yang dengan aktif memerangi korupsi sehingga membentuk
lembaga yang bernama “Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)” untuk menurunkan tingkat
korupsi berdasarkan Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002. Berdas arkan survey yang
dilakukan oleh Bank Dunia di Indonesia pada tahun 2001 dengan sampel sejumlah 2300 rumah
tangga, pejabat publik dan pengusaha. Menghasilkan data bahwa 70% responden mengatakan
bahwa korupsi memanglah suatu penyakit dan harus di perangi, dan sekitar kurang dari 5%
menyatakan bahwa korupsi adalah suatu yang alami. Sekitar 75% juga mengakui bahwa korupsi
adalah suatu yang lazim pada sektor publik (World Bank, 2004) . Tingkat korupsi di Indonesia

5

Universitas Indonesia
yang dilakukan ole h Kementerian dan Lembaga pada tahun 2011 dengan 2016 masing -masing
23 dan 39 kasus pidana korupsi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi
meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2011 lalu (Komisi Pemerantasan Korupsi, 2017) .
Meskipun demikian, opini pemeriksaan BPK tidaklah menjamin bahwa tidak ada atau
adanya korupsi pada Kementerian dan Lembaga yang bersangkutan (Badan Pemeriksa
Keuangan, 2011) , begitu pula dikatakan oleh Amirs yah (2016) bahwa opini WTP dari BPK tidak
menjamin bahwa tidak adanya korupsi pada Kementerian/Lembaga terkait dan hal ini
disebabkan karena kurangnya control internal pada lembaga yang bersangkutan (Amirsyah,
2016) . Meskipun b egitu, opini audit tidak dapat menggambarkan bahwa disana ada atau tidak
adanya korupsi, seperti hasil penelitian Masyitoh (2014) yang menemukan bahwa opini audit
Badan Pemeriksa Keuangan tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat korupsi, sehingga opini
audit BPK tidak dapat dijadikan sebagai suatu hal yang menjadi indikator korupsi pada badan
dan lembaga pemerintah.
Korupsi dapat menyebabkan terjadinya pengeluaran publik yang membengkak dengan
hasil yang buruk, pada kasus penggunaan pinjaman pada bunga tert entu yang telah diberikan
oleh institusi pemerintah, adanya korupsi dapat berujung pada kondisi keuangan yang tidak di
inginkan (Mauro, 1996) . Terjadinya korupsi pada kontrak pengadaan barang publik melalui
sistem yang korup d apat mengarah pada kualitas infrastruktur dan pelayanan publik yang buruk.
Petugas pemerintah yang korup akan lebih memilih jenis pengeluaran pemerintah yang
memungkinakan mereka untuk memperoleh suap dan merahasiakannya. Rantai ekonomi yang
menimbulkan ti ndakan korupsi antara lain adalah kontrak, seperti kontrak sewa menyewa,
kontrak jual beli, kontrak pembangunan maupun kontrak kerja. Kebocoran terjadi pada mark -up
proyek, menurunkan kualitas proyek dan penyediaan berbagai fasilitas yang disediakan oleh p ara
pemborong proyek. (Farah, 2002) .

1.2. Perumusan Masalah
Penelitian tentang tingkat korupsi dengan laporan keuangan di Indonesia telah dilakukan
bebrapa kali, di antaranya oleh Masyitoh (2014) yang menganalisis tentang peng aruh opini audit,
temuan audit, dan tindak lanjut audit terhadap persepsi korupsi pada pemerintah daerah tingkat ii

6

Universitas Indonesia
pada periode 2008 -2010 menemukan bahwa opini audit dan tindak lanjut hasil temuan audit
berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi pada p emerintah daerah, hal tersebut karena
kurangnya perhatian masyarakat terhadap pemerrintah dan kebijakannya, serta masih kurangnya
tingkat keterbukaan informasi pemerintah terhadap publik.
Erita (2015) meneliti tentang pengaruh temuan ketidakpatuhan terhada p undang -undang
dengan tindak lanjut hasil pemeriksaan terhadap tingkat korupsi di pemerintahan tingkat provinsi
di indonesia menunjukkan bahwa kedua variable tersebut berpengaruh terhadap tingkat korupsi
yang terjadi. Temuan ketidakpatuhan terhadap undang -undang berpengaruh positif terhadap
tingkat korupsi, sedangkan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK berpengaruh negatif. Masyitoh
(2014) menguhubungkan tingkat korupsi dengan pengaruh opini audit, temuan audit, dan tindak
lanjut audit terhadap persepsi kor upsi pada pemerintah daerah tingkat II periode 2008 -2010 dan
menemukan bahwa Opini audit dan tindak lanjut hasil audit yang diperoleh oleh pemerintah
daerah berpengaruh negatif terhadap persepsi korupsi, sementara itu temuan audit atas
ketidakpatuhan terha dap peraturan dan perundang -undangan berpengaruh positif terhadap
persepsi korupsi. Dan kelemahan pada sistem pengendalian intern tidak berpengaruh terhadap
persepsi audit.
Penelitian lain terkait dengan korupsi, dilakukan oleh gadis (2015) dengan menganal isis
hubungan antara korupsi dengan tingkat kemiskinan pada tingkat Kota/Kabupaten di indonesia,
dengan menggunakan metode tidak langsung bahwa pertama model belanja berdasarkan pada
konseptual belanja dipengaruhi oleh kapasitas keuangan daerah dan korupsi . Sedangkan model
kedua yaitu model kemiskinan, secara tidak langsung dipengaruhi oleh kapasitas keuangan
daerah dan alokasi moneter untuk menangani kemiskinan yang terdapat pada modal belanja.
Mendapatkan hasil bahwa kemiskinan tidak dipengaruhi oleh koru psi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa korupsi tidak berkaitan dengan kaya atau miskin, tetapi hal ini terkait dengan
kebiasaan yang buruk . Lain halnya dengan penelitian Astriani (2016) yang menganalisis
hubungan korupsi dengan pengaruh korupsi terhadap kin erja pemerintah daerah tingkat provinsi .
Menganalisi faktor -faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintah daerah dari 3 variabel yaitu
karakteristik pemerintah daerah (Ukuran pemerintah daerah, tingkat kekayaan daerah, tingkat
ketergantungan daerah pada pusa t, dan jumlah), karakteristik keuangan (Rasio aktivitas dan
Rasio pertumbuhan PAD) serta variabel akuntabilitas laporan keuangan (Opini audit, Jumlah

7

Universitas Indonesia
temuan audit dan nilai temuan audit) . Menemukan bahwa Korupsi berpengaruh terhadap
hubungan antara rasio b elanja modal dan kinerja pemerintah daerah, opini audit dan kinerja
pemerintah daerah, dan nlai temuan audit dengan kinerja pemerintah daerah. Wang (2016) juga
meneliti hubungan kinerja pemerintah, korupsi, dan kepercayaan terhadap politik di 3 negara
yang terletak di asia timur (Jepang, Korea selatan dan Taiwan) dengan menggunakan metode the
empirical implications of theoretical method (EITM). Dan studi empiris tersebut membuktikan
bahwa, penilaian kinerja pemerintah berkorelasi positif terhadap tingkat ke percayaan masyarakat
terhadap politik, sedangkan persepsi korupsi memiliki relasi negatif terhadap kepercayaan pada
politik. Meskipun begitu, evaluasi terhadap kinerja pemerintah dan interaksinya terhadap
persepsi korupsi berhubungan negatif terhadap keper cayaan masyarakat pada politik di negara
tersebut.
Penelitian lain terkait korupsi juga dilakukan oleh Noviani (2010) yang menganalisis
tentang hubungan korupsi dengan pertumbuhan ekonomi, dia menyimpulkan bahwa korupsi
berpengaruh negatif terhadap pertumb uhan ekonomi, korupsi tidak ditentukan kaya miskinnya
namun berdinamika sesuai dengan keadaan politik dan ekonomi Indonesia. Rose -Ackerman
(2010) juga berpendapat demikian, bahwa korupsi tidak mengenal negara kaya atau miskin,
melainkan setiap ada kesempat an, dan memiliki kapasitas untuk melakukan korupsi maka
korupsi akan dijalankan karena setiap orang memiliki perilaku untuk meningkatkan kepuasan
diri sendiri. Penelitian Fanie (2015) menganalisis hubungan korupsi dengan tingkat ekspor
negara -negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam) menunjukkan
bahwa korupsi pada negara -negara ASEAN tersebut menyebabkan menurunnya tingkat ekspor
intra-ASEAN sementara itu, hubungan ekspor dengan korupsi di negara ASEAN memiliki
keberagaman, sebagia n ASEAN korupsi menyebabkan tingkat ekspor naik, dan sebagian lagi
menyebabkan ekspor mereka turun. Nelson (1998) menghubungkan korupsi dengan ukuran
pemerintah, dia juga menyatajan bahwa ukuran pemerintah yang besar merupakan suatu hal yang
sitematik deng an terjadinya korupsi, karena akan menyebabkan birokrasi yang panjang sehingga
kemungkinan terjadinya korupsi semakin besar.
Penelitian lain juga menhubungkan antara korupsi dengan pengeluaran pemerintah,
Giorgio D’agostino (2016), Marlo (1998), Swaroop (2 008), Lin (2014) Dzumashev (2014),
Alfredo (2001), Cordis (2014), menyatakan bahwa korupsi mempengaruhi pengeluaran

8

Universitas Indonesia
pemerintah di bidang kesehatan dan pendidikan karena jika hal tersebut di bangun maka akan
mempersulit terjadinya korupsi. Selain itu, merek a juga menyatakan bahwa korupsi juga
menyebabkan meningkatnya kerusakan pada sumber daya alam sehingga merusak lingkungan
alam sekitar.
Penelitian ini melanjutkan penelitian -penlitian sebelumnya terkait dengan korupsi, namun
penelitian ini menghubungkan ko rupsi dengan realisasi anggaran pada pemerintah pusat,
menghubungkan tingkat korupsi dengan hasil pemeriksaan BPK pada pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan tujuan tertentu dan pada pemeriksaan kinerja. Sehingga kami menyimpulkan
rumusan masalah
“bagaimakah hu bungan antara realisasi anggaran terhadap hasil pemeriksaan bpk dengan
tingkat korupsi pada Kementerian dan Lembaga?”
1.3. Tujuan Penelitian
Dengan menganalisis hubungan realisai anggaran Kementerian dan Lembaga Pemerintah
terhadap tingkat korupsi, kita da pat mengetahui tingkat akurasi terjadinya korupsi pada badan
dan lembaga pemerintahan . Walaupun dana yang diterima oleh masing -masing lembaga atau
kementerian berbeda, kemungkinan terjadinya korupsi tetaplah ada karena korupsi terjadi bukan
karena fa ktor kaya atau miskinnya suatu negara , tetapi karena adanya kemampuan dan
kesempatan untuk melakukan korupsi, kisruh perpolitikan negara yang berangkutan dan
kurangnya tingkat kesadaran untuk membangun negara . Selain itu, dengan menghubungk annya
dengan kinerja pada kementerian dan lembaga maka kita dapat menganalisis tingkat kinerja dan
efektifitas penggunaan keuangan tersebut. Meskipun penelitian in sangatlah kurang, karena
faktor besar yang mengungkap terjadinya korupsi pada lembaga tidak dimasukkan, yaitu tin gkat
partisipasi masyarakat terhadap pelaporan korupsi dan tingkat keterbukaan pemerintah pada
rakyatnya.

9

Universitas Indonesia
Bab 2
Landasan Teori dan Tinjauan Pustaka
2.1. Agency theory
Agency theory (Teori Keagenan) atau kadang -kadang disebut juga sebagai principal -agent
theory merupakan teori yang paling banyak digunakan untuk menjelaskan mengenai tata kelola
organisasi. Teori ini menunjukkan hubungan antara principal dan agent atau hubungan
keagenan. Jensen Meckling (1976) mendefinisikan keagenan sebagai berikut: “A contr act under
which one or more person (The principal (s)) engage another person (The agent) to perform
some service on their behalf which invoves delegating some decision making authority to the
agent.
Berdasarkan definisi di atas, hubungan keagenan melibatka n dua pihak dimana pihak
pertama disebut dengan principal yaitu pihak yang memberikan kewenangan, pihak yang kedua
disebut agent , yaitu pihak yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan. Pada dasarnya,
sebagai pihak yang diberi kewenangan dalam pengam bilan keputusan, harus bertindak sesuai
dengan tujuan dari principal. Namun, kedua belah pihak bersifat, utility maximizers atau
berkeinginan untuk memaksimalkan utilitasnya, sehingga terdapat kemungkinan bahwa tindakan
agent tidak sejalan dengan kepenting an principal yaitu agent lebih tertarik untuk
memaksimalkan kesejahteraan dirinya dibandingkan dengan kekayaan principal. Hal inilah yang
menimbulkan terjadinya konflik atau permasalahan keagenan (agency problem). Hal yang sama
dinyatakan oleh Attila (201 2) bahwa teori keagenan menganalsis dampak dari perilaku
ontraktual antara principal dan agent . Namun hubungan diantara keduanya sangat erat kaitannya
dengan permasalahan asimetri informasi karena salah satu pihak yaitu agent lebih menguasai
informasi diba ndingkan dengan principal (Attila, 2012) . Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
agent memiliki private information . Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya adverse
selection dan moral hazard (Christopher, 2008)
Permasalahn adverse selection merupakan akibat dari asimetri informasi yang terjadi
sebelum pengambilan keputusan atau prsetujuan kontrak. Model adverse section menunjukkan
kondisi dimana agent menguasai informasi yang mungkin berdampak negatif terhadap terhadap
pihak lain yaitu principal sebagai pihak yang tidak mengetahui nformasi yang dimiliki oleh

10

Universitas Indonesia
agent , sehingga principal berupaya untuk mengurangi timbulnya kerugian akibat informasi yang
tidak seimbang ini. Masalah lain sebagai akib at asimetri informasi ini juga adalah moral hazard .
Perbedaan antara adverse selection dengan moral hazard adalah bahwa moral hazard terjadi
setelah pengambilan keputusan atau persetujuan kontrak. Hal ini didasari dari perbuatan atau niat
buruk dari agent. Moral hazard mencakup perilaku rasional bahwa setiap individu memiliki
kepentingan (self-interest) atau sifat oportunis karena mengambil manfaat atas suatu peluang
untuk kepentingan pribadinya meskipun hal tersebut mengganggu kepentingan pihak lain. Dalam
hal sektor publik, kepentingan pribadi dapat diartikan secara luas sebagai kepentingan kelompok
atau partai tertentu. Moral hazard (tindakan tersembunyi) timbul ketika agent tidak melaksanaka
tugasnya dengan baik karena kurangnya pengawasan oleh principal dan penyalahgunaan
informasi yang dimilikinya. Sehingga ketika tindakan agent tidak dapat diamati, sebaiknya
principal merancang kontrak yang optimal untuk memaksimalkan manfaat bersama dan
mengurangi timbulnya permasalahan moral hazard.
Jensen dan Meckli ng (1976) menyebutkan setidaknya ada tiga jenis biaya yang
dibutuhkan untuk memastikan bahwa agent melaksanakan tugasnya dengan baik yaitu
mengambil keputusan seara optimal yang menguntungkan kedua blah pihak antara agent dan
principal serta untuk meminima lisasi masalah -masalah keagenan yaitu:
1.) Monitoring cost , merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membatasi tindakan agent
yang menyimpang. Misalnya dengan memberikan insentif yang sesuai untuk agent atau
melakukan proses audit terhadap kinerja agent.
2.) Bonding cost, merupakan biaya yang dikeluarkan oleh agent untuk menjamin bahwa
principal(s) akan memberikan kompensasi atas tindakan yang dilakukan oleh agent.
Pertanggungjawaban berupa laporan keuangan adalah salah satu bentuk bonding cost
yang dilakukan oleh agent.
3.) Residual loss , merupakan biaya tetap ada yang berada diluar monitoring dan bonding cost
karena dalam permasalahan keagenan hamper tidak mungkin terjadi zero cost .
2.2. Public Governance
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak yang diberikan wewen ang ( agent ) untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala

11

Universitas Indonesia
aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak yang memberi wewenang
(principal) (Mardiasmo, 2005) . Lebih lanj ut lagi, dia mengkategorikan akuntabilitas publik
sebagai berikut:
a. Akuntabilitas vertical yaitu pertanggungjawaban atas pengelolaan kepada otoritas yang
lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit -unit kerja (dinas) kepada pemerintah
daerah, pertanggung jawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan
pemerintah pusat kepada MPR.
b. Akuntabilitas horizontal, merupakan pertanggungjawaban kepada masyarakan luas.
Selain akuntabilitas vertical dan horizontal, (Dwiputrianti, 2008) menambahkan satu
kategori yang diadopsi dari Bovens (2005) yaitu akuntabilitas diagonal. Akuntabilitas diagonal
merupakan akuntabilitas yang dilakukan oleh lembaga pemeriksa yang melakukan pemeriksaan
terhadap kinerja dan laporan keuangan pemerintah ser ta memberikan laporanny kepada anggota
parlemen, baik pada tngkat pusat maupu pada tingkat daerah.
Mardiasmo (2005) menyatakan bahwa terdapat tiga hal utama yang mendukung
terciptanya tata kelola sektor publik yang baik (good public governance) yaitu:
– Peng awasan, mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak diluar
eksekutif (yaitu masyarakat dan DPR/DPRD) yang ikut serta dalam mengawasi
kinerja pemerintahan. Pengawasan dilakukan oleh rakyat yang diwakili oleh
DPR/DPRD biasanya dilakukan pad a tahap awal saat perencanaan dan anggaran
dibentuk, sedangkan pengawasan masyarakat dapat dilakukan baik secara langsung
maupun melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi social
kemasyarakatan.
– Pengendalian, mengacu pada aktivitas yang dilaku kan oleh eksekutif untuk menjamin
bahwa system dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai. Penguatan fungsi pengendalian ini dilakukan dengan
system pengendalian intern yang memadai dan pemberdayaan auditor i nternal
pemerintah.
– Pemeriksaan, mengacu pada aktivitas audit atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak
yang memiliki independensi dan kompetensi profesional untuk memastikan bahwa

12

Universitas Indonesia
hasil dari kinerja yang ditetapkan. Fungsi ini dilakukan oleh lembaga pemerik sa yang
memiliki otoritas dan keahlian profesional seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau akuntan publik yang
independen

2.3. Keuangan Negara
2.3.1. Pengertian Keuangan Negara
Keuangan Negara merupakan seluruh hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai atau
dihitung dengan menggunakan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang atau
aset lainnya yang dapat dijadikan menjadi milik negara seberhubung an dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban negara tersebu t. Dalam penggunaan atau pengelolaan keuangan negara, memiliki
asas yang harus dipatuhi agar digunakan secara tertib, sesuai dengan peraturan perundang –
undangan, bersifat efisien (memanfaatkan sumber daya untuk melakukan kewajiban dan hak
negara tanpa ada yang terbuang dengan sia -sia), ekonomis (kebijakan atau material yang
digunakan dalam memenuhi kewajiban dan hak negara dipertimbangkan dengan hemat) , efektif
(dapat mencapai tujuan dengan tepat atau tepat sasaran) , transparan (dengan menyampaikan
proses d an hasil pengelolaan keuangan negara dalam memenuhi hak dan kewajiban negara
kepada warga negara secara terbuka) , dan bertanggung jawab (menerima resiko atas
penggunaannya terhadap keuangan negara dalam memenuhi hak dan kewajiban negara termasuk
dalam hal kepatuhan dan ketndukan dalam perundang -undangan terkait penggunaan dan
penglolaan keuangan negara sebagaimana yang telah disepakati sebagai pengelola keuangan
negara) dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan (Kuntadi, 2016) . Dalam pengerian
tersebut, hal tersebut juga menunjukkan bahwa ruang lingkup keuangan negara adalah hakdan
kewajiban negara, termasuk didalamnya adalah kekayaan negara yang dipisahkan atau kekayaan
pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah. Dalam pe ngelolaan keuangan negara, presiden
memberikan kuasa kepada kementerian keuangan, dan diberikan kepada kementerian dan
lembaga yang lain serta diserahkan juga kepada Gubernur/Walikota/Bupati.
Bentuk -bentuk pertanggung jawaban negara terhadap keuangan neg ara adalah sebagai
berikut yaitu, pertama presiden menyampaikan rancangan undang -undang tentang pertanggung
jawaban pelakanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiks oleh BPK,

13

Universitas Indonesia
dengan durasi paling lambat sekitar 6 bulan setelah tahun a nggaran yang bersangkutan berakhir.
Bentuk pertanggung jawaban pemerintah yang kedua, yaitu Gubernur/Bupati/Walikota
memberikan informasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terkait laporan
pemerintah daerah tentang pertanggung jawaban mereka terh adap pelaksanaan dan penggunaan
dana APBD dalam bentuk laporan keuangan yang juga telah dilakukan audit terhadapnya oleh
para pihak BPK dan menyerahkannya paling lama sekitar 6 bulan setelah tahun anggaran selesai.
2.3.2. Laporan Keuangan Negara
Laporan keuanga n yang harus dibuat oleh pemerintah sebagai pertanggung jawaban
mereka terhadap pengelolaan keuangan negara, setidaknya meliputi:
a. Laporan Realisasi Anggaran , adalah laporan yang menyajikan suatu informasi tentang
realisasi anggaran berupa pendapatan, belan ja, dan pembiayaan yang dibandingkan
dengan anggarannya dalam periode yang bersangkutan dengan periode sebelumnya.
b. Neraca , merupakan laporan yang menyajikan tentang informasi posisi keuangan pada
pemerintah berupa pos aset, utang, dan ekuitas dana yang ter jadi pada tanggal tertentu.
c. Laporan Arus Kas , laporan yang berisi informasi tentang aliran dana masuk dan keluar
kas pada unit fungsi perbendaharaan pada periode tertentu
d. Catatan atas Laporan Keuangan , merupakan laporan yang berisi tentang informasi
penjel asan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam LRA
dan neraca dalam rangka pengungkapan yang memadai sehingga dapat dipahami oleh
para pemangku kepentingan terhadap laporan keuagan negara.
2.3.3. Pemeriksaan Keuangan Negara
Pemer iksaan merupakan proses melakukan identifikasi terhadap masalah laporan
keuangan , meng analisis, dan meng evaluasi penggunaan kekayaan negara yang di periksa secara
independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan yang berlaku , untuk
meni lai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara karena menyangkut kehidupan khalayak ramai, sebuah warga
negara yang kemudian berdampak pada kemajuan bangsa. Pemeriksa ialah orang dan atau suatu
badan yang melaksanakan atau melakukan tugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK . Pemeriksaan

14

Universitas Indonesia
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja para aparatur pemerintahan atau negara serta
untuk mewujudkan aparatur yang bersifat profesional, bersih & bertanggung jawab. Selain itu,
pemeriksaan dilakukan uga bertujuan untuk melakukan pemberantasan terhadap penyalahgunaan
wewenang oleh para aparatur negara atau pemerintahan & mengu ngkap terjadinya praktek KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) didalam badan pemerintah yang terkait. Pemeriksaan juga
bertujuan untuk melakukan p enegakkan peraturan perundang -undangan yang berlaku yang
terkait dengan pengelolaan keuangan negara sehingga dig unakan pada koridor yang telah
ditentkan bersama. Dan tujuan yang sangat penting lainnya adalah untuk melakukan pengamanan
terhadap keuangan negara , agar tidak digunakan secara menyimpang oleh oknum -oknum
pengelola pemerintahan.
Pemeriksaan terhadap lemba ga-lembaga pemerintahan di Indonesia dilakukan dengan
berpedoman pada Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). SAP merupakan buku standar untuk melakukan audit atas semua kegiatan
pemerintah yang meiputi pelaks anaan APBN, APBD, pelaksanaan anggaran tahunan BUMN,
dan BUMD atau badan hokum lain yang didalamnya terdapat kepentingan keuangan negara atau
yang menerima bantuan pemerintah. Mardiasmo (2005) membagi kategori auditor menjadi
auditor internal dan eksternal sebagai berikut:
1. Auditor internal, adalah audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang merupakan
bagian dari organisasi yang diawasi, contohnya adalah audt yang dilakukan oleh
Inspektorat Jendral Departemen, Satuan Pengawas Internal (SPI) di lingkungan l embaga
negara dan BUMN/BUMD, Inspektorat Wilayah Provinsi, Inspektorat Wilayah
Kabupaten/Kota, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
2. Auditor Eksternal merupakan audit yang dilakukan oleh unit pemeriksa yang berada di
luar organisasi yang diawasi. Di Indonesia lembaga yang berperan sebagai auditor
eksternal pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Pemeriksaan keuangan dalam sektor pubik, khususnya dalam pemerintahan terbagi
menjadi tiga macam pemeriksaan, ketiga jenis pemeriksaan itu adalah se bagai berikut:
a. Pemeriksaan Keuangan, merupakan tindakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap
laporan keuangan . Pemeriksaan keuangan ini memiliki tujuan agar memberikan

15

Universitas Indonesia
keyakinan yang memadai ( reasonable assurance ) kepada pengguna laporan keuangan
apakah la poran keuangan yang bersangkutan telah disajikan secara wajar, dalam semua
hal yang dinilai bersifat material sesuai dengan prinsip akuntansi yang beredar dan
berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi yang bersifat komprehensif meskipun
bukan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum di negara Indonesia . Dalam
melakukan pemeriksaan, terdapat beberapa macam opini yang diberikan oleh BPK yaitu:
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian -WTP (unqualified opinion) yaitu menyatakan
bahwa laporan keuangan lembaga atau badan tersebut telah disajikan dan
diungkapkan secara wajar terhadap semua hal yang bersifat material dan informasi
keuangan dalam laporan keuangan tersebut dapat digunakan oleh para pengguna
laporan keuangan secara resmi.
2. Wajar Dengan Pengecualian -WDP (qualified opinion) yaitu menyatakan bahwa
laporan keuangan yang disajikan oleh badan atau lembaga yang bersangkutan telah
disajikan secara wajar, termasuk didalamnya telah memasukkah ha -hal yang bersifat
material, kecuali untuk dampak hal -hal yag berhubungan dengan yang telah
pemeriksa kecualikan, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan yang
tidak dikecualikan di dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh para pemangku
kepentingan terhadap laporan keuangan yang bersangkutan.
3. Opini Tidak Wajar -TW (Adverse opinion) yaitu memberikan opini yang menyatakan
bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua
hal yang bersifat material, sehingga informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan badan atau lembaga yang ber sangkutan tidak dapat digunakan oleh para
pengguna laporan keuangan yang bersangkutan atau oleh para pemangku kepentingan
terhadap badan atau lembaga yang dipriksa tersebut.
4. Tidak Memberikan Pendapat -TMP (Discalimer opinion) merupakan pemberian opini
terha dap laporan keuangan bahwa laporan keuangan yang bersangkutan tidak dapat
diperiksa secara sesuai dengan standar pemeriksaan yang ada sehingga pemeriksa
tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan yang bersangkutan
bebas dari salah saji yang be rsifat material dan informasi keuangan tersebut tidak
dapat digunakan oleh para pengguna dan atau para pemangku kepentingan terhadap
badan atau lembaga tersebut.

16

Universitas Indonesia

Namun, berdasarkan penelitian (Masyitoh, 2014) , yang menganalisi s tentang
pengaruh opii audit BPK terhadap persepsi korupsi pada pemerintah daerah tingkat II di
Indonesia menyatakan bahwa opini audit tidak dapat mempengaruhi persepsi terjadinya
korupsi pada lembaga atau badan tersebut sehingga opini audit keuangan sepe rti diatas
tidak dapat dijadikan sebagai landasan bahwa terjadinya penggelapan keuangan negara
pada lembaga atau badan yang bersangkutan.

b. Pemeriksaan Kinerja , merupakan tindakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap
pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan dalam aspek ekonomi dan
efisiensi serta pemeriksaan dalam aspek efektivitas keuangan terhadap target yang telah
ditentukan . Dalam melakukan pemeriksaan terhadap kinerja, pemeriksa juga melakukan
penguji an kepada sektor publik yang bersang kutan terhadap kepatuhan nya pada
ketentuan peraturan perundang -undangan yang berlaku serta pengendalian intern pada
badan atau lembaga yang bersankutan untuk meningkatkan pengendalian intern pada
lemabaga atau badan tersebut. .

c. Pemeriksaan denga Tujuan Ter tentu , merupakan pemeriksaan yang dilakukan b ertujuan
untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang telah diperiksa. Pemeriksaan dengan
tujuan tertentu ini meliputi antara lain peme riksaan terhadap hal-hal lain selain bidang
keuangan, pemeriksaan investiga tif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern
badan atau lembaga tertentu.

2.4. Korupsi
2.4.1. Pengertian Korupsi
Korupsi terjadi melalui suatu proses, yaitu terjadinya penyusupan unsur korupsi, faktor
korupsi dan motif korupsi dalam berbagai bidang untuk kem udian membentuk kekuatan untuk
melakukan korupsi. Jika didalam bidang politik, yang menjadi sasaran korupsi adalah kekuasaan
dalam bidang ekonomi yang menjadi sasaran pendapatan. Rantai ekonomi yang menimbulkan
tindakan korupsi antara lain adalah kontrak, seperti kontrak sewa menyewa, kontrak jual beli,

17

Universitas Indonesia
kontrak pembangunan maupun kontrak kerja. Kebocoran terjadi pada mark -up proyek,
menurunkan kualitas proyek dan penyediaan berbagai fasilitas yang disediakan oleh para
pemborong proyek. (Farah, 2002)
Kata korupsi berasal dari kata Corruptio (dari bahasa Latin), dari kata kerja carrumpere
yang artinya dusta, busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Dalam
perkembangannya, kata korupsi mengandung makna dan konotasi yang lu as, baik secara
ekonomi maupun secara politik. Transparency International (2005) mendefinisikan korupsi
sebagai penyalahgunaan wewenang di pemerintahan untuk keuntungan pribadi (The abuse of
public office for private gain) . Dalam konteks ekonomi, Shlefier dan Vishny (1993)
mendefinisikan Corruption as the sale by government officials of government property for
personal gain. Sementara Bardhan (1997) mendefinisan korupsi sebagai the use of public office
for private gains, where an official (an agent) entrust ed with carrying out of task by the public
(principal) engages in some sort of malfeasance for private enrichment which is difficult to
monitor for the principal. Dengan pengertian korupsi sebagaimana diatas, Rose -Ackerman
(1999) menyimpulkan bahwa perilak u korupsi tidak pernah terpisah dengan entitas pemerintah
(Government) . Krueger (1974) Mengidentifikasi bahwa rent seeking behavior merupakan usaha –
usaha yang dilakukan oleh badan pemerintah dengan melakukan berbagai hambatan (restriksi)
melalui regulasi sehingga orang per orang harus bersaing. Kadang -kadang bentuk persaingan
dalam rent seeking tersebut sangat legal, tetapi juga dapat dalam bentuk -bentuk lainnya, seperti
penyuapan, korupsi, penyelundupan, dan pasar gelap. Sementara itu, Stevens (1993)
mend efinisikan rent seeking sebagai usaha dengan menggunakan proses politik (political
process) sedemikian sehingga mengizinkan perusahaan atau kelompok perusahaan untuk
memperoleh keuntungan ekonomi yang melebihi biaya imbangan (opportunity cost) -nya.
Dengan pengertian seperti ini korupsi terjadi karena perilaku economics rents dari badan
pemerintah dan perusahaan yang berusaha membuat regulasi lewat proses politik sehingga
menciptakan peluang untuk melakukan korupsi (Riyanto, 2008) .
2.4.2. Penyebab Korupsi
Berdasarkan (Jain, 2001) , dia mendeskripsikan tiga kondisi yang menyebabkan korupsi
antara lain: Kekuasaan untuk bebas menentukan (discretionary power), rente ekonomi, dan
system peradilan yang lemah. Pertam a, kekuasaan untuk bebas menentukan termasuk

18

Universitas Indonesia
didalamnya adalah wewenang untuk merancang peraturan dan mengadmnistrasikan peraturan
tersebut. Korupsi terjadi jika seseorang memiliki kekuasaan yang mampu menentukan alokasi
sumber daya, kemampuan ini tergantu ng pada posisi dan pihak -pihak tertentu tergantung pada
tingkat kekuasaannya seperti piihak elit politik, administrator dan legislator. Masing -masing
mereka memiliki perbedaan dalam hal kemampuan principal untuk mengawasinya. Sementara
itu (Klitgard, 1997) menyatakan bahwa korupsi terjadi jika tiga hal terpenuhi, yaitu: (1) seseorang
memiliki kekuasaan untuk menentukan kebijakan publik dan melakukan administrasi kebijakan
tersebut, (2) adanya economics rents , yaitu manfaat ekonom i yang ada sebagai akibat kebijakan
publik tersebut dan (3) sistem yang membuka peluang terjadinya pelanggaran oleh pejabat publik
yang berangkutan.
2.4.3. Korupsi dan Anggaran Pemerintah
Korupsi dapat mengarah pada pengeluaran publik yang dapat merugikan pada an ggaran,
pada kasus penggunaan yang tidak tepat dari pinjaman dengan tingkat bunga tertentu yang telah
diberikan oleh institusi pmerintah, adanya korupsi dapat berujung pada kondisi keuangan yang
tidak di inginkan (Mauro, 1996) . Terjadinya korupsi pada kontrak pengadaan barang publik
melalui sistem yang korup dapat mengarah pada kualitas infrastruktur dan pelayanan publik yang
buruk. Petugas pemerintah yang korup akan lebih memilih jenis pengeluaran pemerintah yang
memungkinakan mereka untuk memperoleh suap dan merahasiakannya. Pada penelitian (Marlo,
1998) (Swaroop, 2008) (Li-Lin Liang, 2014) (Dzhumashev, 2014) (Alfredo Del Monte, 2001)
(Cordis, 2014) yang menhubungkan korupsi degan pngeluaran pemerintah, menunjukkan bahwa
korupsi berhubungan terbalik dengan pengeluaran pemerintah pada pendidikan dan kesehasa tan,
hal terebut terjadi karen a kekhawatiran para koruptor terhadap kesadaran masyarakat terhadap
penggunaan keuangan negara yang akan mempersempit pergerakan mereka.

2.5. Penelitian Sebelumnya
Penelitian terkait dengan korupsi pada sebelum -sebelumnya cukup b anyak, diantaranya
adalah Erita (2015) yang menganalisis hubungan antara tingkat korups i dengan temu an BPK
terkait ketidak patuhan pada perundang -undangan dengan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK.
Dan menemukan bahwa k etidakpatuhan terhadap Perundang -Undangan berpengaruh positif dan

19

Universitas Indonesia
tindak Lanjut pemeriksaan sesuai rekomendasi BPK berpengaruh negatif terhadap tingkat
korupsi pada pemerintah daerah di Indonesia .
Berbeda dengan Masyitoh (2014) yang menganalisis hubungan antara persepsi korupsi
dengan opini audit, temuan audit, dan tindak lanjut hasil audit pada pemerintah tingkat II, dan
menemukan bahwa opini audit dan tindak lanjut hasil audit memiliki pengaruh yang negatif
terhadap persepsi korupsi di Indonesia.
Hipotesis 1: Temuan ketidakpatuhan pada UU berhubungan positif dengan tingkat korupsi
Gadis (2014) menganalisis hubungan korupsi dengan tingkat kemiskinan pada kabupaten
di Indonesia, dengan mnggunakan metode tidak langsung bahwa pertama model belanja
berdasarkan pada konseptual belanja dipengaruh i oleh kapasitas keuangan daerah dan korupsi.
Sedangkan model kedua yaitu model kemiskinan, secara tidak langsung dipengaruhi oleh
kapasitas keuangan daerah dan alokasi moneter untuk menangani kemiskinan yang terdapat pada
modal belanja. Dan menemukan bahw a korupsi tidak terikat terhadap kaya atau miskinnya
daerah yang bersangkutan, melainkan dia akan tetap terjadi selama pelaku elit politik dan
pemerintahannya memiliki kesempatan dan memiliki tingkah laku yang buruk.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Astri ani (2016) dengan menghubungkan pengaruh
korupsi terhadap kinerja pemerintah daerah di Indonesia, dengan m enganalisi s faktor -faktor
yang mempengaruhi kinerja pemerintah daerah dari 3 variabel , yaitu karakteristik pemerintah
daerah ( ukuran pemerintah daera h, tingkat kekayaan daerah, tingkat ketergantungan daerah pada
pusat, dan jumlah), karakteristik keuangan (Rasio aktivitas dan Rasio pertumbuhan PAD) serta
variable akuntabilitas laporan keuangan (Opini audit, Jumlah temuan audit dan nilai temuan
audit) . Dan berdasarkan penelitiannya, ia menemukan bahwa korupsi memiliki pengaruh pada
hubungan rasio modal dengan kinerja pemerintah daerah, berpengaruh juga pada pada opini
audit dan kinerja pemerintah. Korupsi juga ditemukan memiliki pengaruh terhadap hubungan
antara nilai temuan audit dengan kinerja pemerintah daerah.
Laura (2010) menemukan bahwa korupsi memiliki hubungan negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi, lalu Fanie (2015) menghubungkan korupsi dengan tingkat ekspor impor
pada ASEAN dan menemukan bahwa kor upsi di Indonesia memiliki hubungan positif terhadap
tingkat ekspor Indonesia. Nelson (1998) menyatakan bahwa semakin besar ukuran pemerintah,

20

Universitas Indonesia
maka semakin besar kemungkinan terjadinya korupsi, karena pemerintahan yang besar akan
menyebabkan birorasi yang semrawut sehingga memunculkan adanya peluang bagi para elit
politik untuk melakukan tindakan penggelapan keungan negara. Wang (2016) juga
menghubungkan antara korupsi dengan kinerja pemerintah, ia menyatakan bahwa terkadang di
suatu negara, korupsi dapat m eningkatkan kinerjanya dan terkadang menurunkan kinerjanya
sehingga hal tersebut dikatakan sangatlah proporsional.
Rose -Ackermen (2001) juga menyatakan bahwa korupsi memiliki dampak negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi, dan korupsi juga menyebabkan terjad inya peningkatan
pengeluaran pemerintah, dan ia menyatakan bahwa salah satu cara untuk menangani korupsi
pada negara yang bersangkutan adalah dengan melakukan perombakan pada system
pemerintahan di negara yang bersangkutan.
Hipotesis 2: korupsi memiliki pe ngaruh negatif terhadap kinerja pemerintahan
Pengeluaran pemerintah dengan korupsi, telah banyak dilakukan oleh peneliti diantaranya
Marlo (1998), Swaroop (2008), Li (2014), Dzumasheev (2014), Alfredo (2001), Cordis (2014)
menyatakan bahwa korupsi menyebab kan pengeluaran pemerintah pada pendidikan dan
kesehatan menjadi berkurang, hal tersebut terjadi karena jika dilakukan pembangunan pada SDM
akan menyebabkan pergerakan para koruptor menjadi semakin sempit. Hal ini diperkuat dengan
penelitian Sukadana (2007 ) yang menemukan bahwa perilaku korup pada pemerintah dan
politikus menyebabkan terjadinya kesulitan dalam perbaikan sumber daya manusia.
Hipotesis 3: Korupsi berkorelasi negatif pada kinerja pemerintah bidang kesehatan dan
pendidikan
Penelitian ini berfo kus pada kinerja dan keuangan pemerintah (Khusuny a realisasi
anggaran) dan hubungannya terhadap korupsi, namun faktor lain yang penting dalam
pengungkapan korupsi itu adalah sumber daya manusia seperti tingkat partisipasi masyarakat
dalam mengawal pemerint ahan yang bersih, dan adanya unsur politik yang buruk untuk
menjatuhkan lawan politik. Maka peneltian selanjutnya diharapkan lebih lengkap
menggambarkan hal -hal yang menyebabkan korupsi dan pengaruhnya terhadap pemerintahan
dan pembangunan di Indonesia.

21

Universitas Indonesia
Bab 3
Metodologi Penelitian
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menganalisis hubungan antara realisasi anggaran, dengan hasil pemeriksaan
BPK terhadap kepatuhan Kementerian dan Lembaga pemerintah, kinerja K/L dan jumlah temuan
dengan tingkat korupsi

3.1.1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variable yang mempengaruhi variab el lainnya, yang bersifat tidak
dapat berubah. Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah Realisasi anggraan, Hasil
pemeriksaan kepatuhan K/L, dan Kinerja K/L, serta temuan BPK pada laporan keuangan K/L,
kelemahan SPI pada K/L, laporan tindak korupsi terhadap K/L dan laporan gratifikasi terhadap
K/L.
3.1.2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan, variabel yang terpengaruh karena adanya variabel yang lain.
Maka dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikatnya adalah Tingkat Korupsi
3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu dengan mengambil
data-data dari website resmi kementerian/lembaga untuk mendapatkan data yang va lid seperti
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, laporan tindak korupsi dan gratifikasi terhadap K/L. Tingkat
Korupsi
Pada K/L Realisasi anggaran Pada K/L Tingkat Korupsi Pada K/L
Temuan ketidakpatuhan K/L
Temuan BPK
Kinerja K/L
Laporan Gratifikasi thd K/L Laporan tindak korupsi thd K/L Kelemahan SPI pada K/L

22

Universitas Indonesia
3.3. Metode Pengambilan Sampel
Sampel pada penelitian ini menggunakan adalah data K/L yang berkaitan dengan
penelitian ini dari tahun 2010 hingga 2016.
3.4. Model Penelitian
Dengan menggunakan data panel, dijelaskan secara deskriptif.

23

Universitas Indonesia
Daftar Pustaka

Alfredo Del Monte, E. P. (2001). Public Expenditure, corruption,and economic growth: the case
of italy. European Journal of Political Economy , Vol.17 , 1-16.
Amirsyah. (2016, September 20). "Pede" Korupsi karena WTP? Retrieved Juli 7, 2017, from
Kompasiana: http://www.kompasiana.com/amirsyahoke/pede -korupsi -karena –
wtp_57e0cf4ab593732c2390a434
Attila, G. (2012). Agency problems in public sector. Annals of faculty of economics , 1, No 1 ,
708-712.
Badan Pemeriksa Keuangan . (2011, Juni 30). Siaran Pers . Retrieved Juli 7, 2017, from
bpk.go.id: http://www.bpk.go.id/news/opini -wtp-tidak -menjamin -tidak -ada-korupsi
Christopher, N. a. (2008). Microeconomics theory: Basic principles and Extensions. 10th ed.
Cordis, A. S. (2014). C orruption and the composition of public spending in the United States.
Public Finance Review , Vol.42 (6) , 745 -773.
Deddi Nordiawan, I. S. (2012). Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat.
Djalil, R. (2014). Akuntabilitas Keuangan Daerah, Implementas i Pasca Reformasi. Jakarta:
Semesta Rakyat Merdeka.
Dwidjowijoto, R. R. (2006). Manajemen Pembangunan Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Elex
Media Komputindo.
Dwiputrianti, S. (2008). Efektifitas laporan hasil temuan pemeriksaan dalam mewujudkan
reformasi tr ansparansi fiskal dan akuntabilitas sektor publik di indonesia. Jurnal Ilmu
Administrasi , 5, 4.
Dzhumashev, R. (2014). Corruption and growth: The role of governance, public spending, and
economic deveopment. Economic Modelling , Vol.37 , 202 -215.

24

Universitas Indonesia
Farah. (2 002). Pengaruh Korupsi terhadap Pertumbuhan, Investasi Domestik dan FDI (11
Negara Asia Tahun 1995 -2000). Depok: Tesis Fakultas Ekonomi Program Pascasarjana Ilmu
Ekonomi.
Godfrey, J. A. (2010). Accounting Theory. New York: Jhon Wiley and Sons inc.
Jain. (2 001). Corruption: a review. Journal of Economic Surveys , 1, Vol 15.
Klitgard. (1997). Cleaning up and Invigorating the Civil Services. Public Admnistration and
Development , 17 (5) , 487 -509.
Komisi Pemerantasan Korupsi. (2017, Maret 31). Statistik Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan
Instansi . Retrieved Juli 8, 2017, from Anti -Corruption Clearing House:
https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak -pidana -korupsi
Kuntadi, C. (2016). UI -Pemeriksaan keuangan Negara. Slide Presentation .
Li-Lin Liang, A. J. (2014). Why do some countries spend more for health? An assesment of
socialpolitical determinants and international aid for government helath expenditures. Social
sciance & Medicine , Vol.114 , 161 -168.
Mardiasmo. (2005). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Pener bit Andi.
Marlo, P. (1998). Corruption and the composition of government expenditure. Journal of pubic
economics , Vol.69 , 263 -279.
Masyitoh, R. D. (2014, Januari). Pengaruh Opini Audit, Temuan Audit, dan Tindak Lanjut Audit
terhadap Persepsi Korupsi Pada Pemerintah Daerah Tingkat II Periode 2008 -2010. Tesis .
Mauro, P. (1996). The Effects of Corruption on Growth, Investment and Goverment expenditure.
IMF Working Paper , 96-98.
Rahayu, M. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan: Perjuangan Menghidupi Jati Diri b angsa.
Jakarta: Grasindo.
Riyanto. (2008). Korupsi dalam Pembangunan Wiayah: Suatu Kajian Ekonomi Politik dan
Budaya. Bogor: Desertasi Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

25

Universitas Indonesia
Rutherford, B. A. (2000). The Construction and Presentation of Performance Indicat ors in
Executive Agency External Report. Financial Accountability & Management , Vol. 16 No. 3, pp
225-49.
Suleman, Z. (2010). Demokrasi Untuk Indonesia. Jakarta: Kompas.
Swaroop, A. S. (2008). Public Spending and Outcome: Does Governance Matter? Journal o f
Development Economics , Vol.86 , 96-111.
Transparency International. (2017, January 25). Transparency International . Retrieved July 7,
2017, from Corruption Perception Index:
https://www.transparency.org/news/feature/corruption_perceptions_index_2016
Worl d Bank. (2004). Memerangi Korupsi Di Indonesia Memperkuat Akutabilitas Untuk
Kemajuan. Jakarta: World Bank.

Similar Posts