CYBER RELIGIUS SEBAGAI PENGENDALI PRILAKU AMORAL [621961]
CYBER RELIGIUS SEBAGAI PENGENDALI PRILAKU AMORAL
PENGGUNA KOMPUTER
Muhamad Danuri, Heru Sulistyo
Manajemen Informatika, AMIK Jakarta Teknologi Cipta, Semarang 50231
E-mail : [anonimizat]
Manajemen, STIE Dharma Putra Semarang
E-mail : [anonimizat]
ABSTRAK
Masyarakat pengguna teknologi digital seperti internet dan berbagai fasilitiasnya seperti
media social, internet, games dan berbagai aplikasi lainnya memberikan berbagai macam
pengaruh baik yang positif maupun negatif. efisiensi, keamanan, kenyamanan dan e fektifitas
merupakan dapat postitif dari teknologi ini namun ada juga dampak negative seperti menurunnya
prilaku social, kejahatan dan kerawanan moral. Walau telah ada pedoman etika berinternet
seperti Cyber Ethics namun belum dapat berperan secara maksima l untuk dapat mengendalikan
dampak negative tersebut. Sehingga perlu adanya sebuah model pengendalian yang lebih
mengikat setiap pengguna dalam mengunakan media digital agar tidak terjerumus kedalam
prilaku yang tidak baik dan merugikan.
Model Cyber religius adalah sebuah model pengendalian pengguna internet yang
berbasis pada kepercayaan individu terhadap Tuhannya. Dalam model ini terdapat beberapa
pengendalian yang bersifat memberi peringatan tentang hukuman dan akibat dari setiap tindakan
yang tidak baik yang dilakukan di Media Digital tersebut. Setiap individu akan merasa diawasi
oleh Tuhannya sehingga tidak akan berbuat yang tidak baik karena akan mengakibatkan dosa
dan kerugian dikemudian hari .
Tujuan penelitian ini adalah memberikan wawasan baru tent ang pengendalian perilaku
pengguna media digital terhadap prilaku -prilaku yang dapat mengakibatkan kejahatan dan
kerugian terhadap orang banyak. Diharapkan model ini dapat di pakai di indonesia khususnya
dan di seluruh dunia agar masyarakat digital terbeba s dari pelanggaran dan kejahatan dari
penggunanya.
Kata Kunci : Cyber Religius, Computer, Media Digital, Internet, Prilaku Amoral, Cyber Crime
1. PENDAHULUAN
Penggunaan berbagai aplikasi dimedia digital memberikan berbagai macam manfaat
positif seperti efisiensi, keamanan, kenyamanan, efektifitas peningkatan kreativitas namun juga
memberikan dampak negative seperti menurunnya prilaku social, kejahatan dan kerawanan
moral. pedoman etika berinternet seperti Cyber Ethics sudah disebarluaskan namun belum dap at
berperan secara maksimal untuk dapat mengendalikan dampak negative tersebut. Sehingga perlu
adanya sebuah model pengendalian yang lebih mengikat setiap pengguna dalam mengunakan
media digital agar tidak terjerumus kedalam prilaku yang tidak baik dan mer ugikan.
Cybercrime merupakan bentuk kejahatan yang timbul dalam pemanfaatan teknologi
internet. Cybercrime menurut beberapa pendapat sebagai berikut ;
The U.S. Department of Justice memberikan pengertian computer crime sebagai : “… any illegal
act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or
prosecution ”. Kemudian dari Organization of European Community Development ,
mendefinisikan computer crime sebagai : “ any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating
to the automatic processing and/or the transmission of data ”. Sedangkan, dibawah ini beberapa
makalah yang berhubungan dengan dampak Cybercrime :
Menurut Suroso, 2007 , Cybercrime memiliki dampak negatif bagi perkembangan moral anak,
dapat menyebabkan ter jadinya krisis nilai, krisis moral, akhlak, budi pekerti terhadap bangsa
Indonesia khususnya anak -anak adalah Cyber dibidang kesusilaan, yaitu Cyber Sex dan Cyber
(child) Pornography berupa pemanfaatan/ penggunaan internet untuk tujuan seksual. Hal ini
memb erikan pesan bahwa perlu adanya sebuah pengendalian secara mandiri dari keluarga dan
dari diri pengguna internet untuk terbebas dari pengaruh hal -hal yang bersifat amoral dalam
dunia internet.
Menurut Novianto, 2014 trend kejahatan di dunia maya kegiatan ilegal Cybercrime selama
tahun 2014, yang disebut oleh Norton mencapai 1 juta setiap hari, menurun 0,5 juta
dibandingkan tahun 2013 lalu. Penurunan kejahatan ini disebabkan semakin pedulinya sikap
para pengguna terhadap tingkat keamanan ponsel mereka ditu njang perbaikan berbagai peranti
lunak keamanan yang digunakan untuk memperkuat securitynya. Ini berarti bahwa kejahatan
masih ada namun pihak penggunasudah mulai sadar akan keamanan dalam pemakain teknologi
tersbut. Namun Modus operandi Cybercrime tahun 2014 masih tetap bertahan bahkan
meningkatkan strategi penyerangan pada peranti Mobile Internet Devices dan Jejaring Sosial. Ini
berarti bahwa kejahatan di internet mengalami pengubahan strategi untuk menemukan
mangsanya.
Kejahatan Cybercrime di Indo nesia Menurut Lutfi, A, 2014 Secara keseluruhan, kasus
Cybercrime mencapai jumlah 520 kasus di tahun 2011 dan 600 kasus di tahun 2012. Dimana 40
persen kasus Cybercrime, kasus pencemaran nama baik sekitar 30 persen dan kasus Hacking
sebanyak 30 persen. Jumlah ini akan terus meningkat seiring meningkatnya laporan masyarakat.
Peringkat Indonesia dalam kejahatan internet di dunia telah menggantikan posisi Ukraina yang
sebelumnya menduduki posisi pertama. Menurut penelitian Verisign, perusahaan yang
member ikan pelayanan intelijen di dunia maya yang berpusat di california Amerika Serikat
Indonesia tercatat memiliki persentase paling tinggi terjadinya kejahatan ini.
Abidin DZ, 2015, menyimpulkan bahwa Semakin maraknya tindakan kejahatan yang
berhubungan erat dengan penggunaan teknologi yang berbasis komputer dan jaringan
telekomunikasi ini semakin membuat para kalangan pengguna jaringan telekomunikasi menjadi
resah.
Secara umum trend kejahatan Cybercrime di Indonesia terus meningkat “ Trend
serangan Cyber di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, dengan tipe dan variasi serangan
yang berbeda dari tahun sebelumnya, namun ada juga yang masih sama. Kejahatan Cybercrime
terjadi karena beberapa sebab, antara lain adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan,
kesempatan untuk melakukan kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan
hukum. Rata -rata menggunakan kemampuannya itu untuk melakukan akses yang tidak s ah ke
jaringan komputer orang lain. Jadi trend pelaku kejahatan Cyber cukup jelas mereka yang paham
dan mahir dalam dunia Cyber ini.”
2. PEMBAHASAN
2.1. Perkembangan teknologi informasi
Perkembangan teknologi bidang informatika memberi banyak manfaat bagi manusia
menjadi sarana membantu dan mendukung tercapainya efisiensi, keamanan, kenyamanan dan
efektifitas dalam menyelesaikan pekerjaan sehari -hari. Banyaknya manfaat teknologi informasi
dalam membantu pekerjaan ini semakin memberikan banyak kemudahan dan alternative baru.
Berbagai macam jenis teknologi informasi dalam bentuk digital menjadi popular dan
diminati oleh masyarakat dunia, internet salah satunya. Dengan internet muncullah ber bagai
macam aplikasi yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna komputer seperti untuk
berkompunikasi, mencari berita dan berbisnis. Hampir 1/3 penduduk dunia telah menggunakan
internet dalam kehidupan sehari -harinya.
Di Indonesia pengguna internet berkembang dengan pesat, berdasarkan data dari APJII
(Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) tahun 2016 Jumlah pengguna Internet di
Indonesia tahun 2016 adalah 132,7 juta user atau sekitar 51,5% dari total jumlah penduduk
Indonesia sebesar 256,2 juta. ini b erarti bahwa hampir setengah penduduk Indonesia
memanfaatkan teknologi internet ini. Dimana 65 persen dari pulau jawa atau sekitar 86,3juta
orang dan yang paling rendah di Maluku dan papua hanya 2,5 persen atau sekitar 3,3 juta orang.
Dari hasil survey APJ II tersebut terlihat sebaran pengguna internet yang hamper menyeluruh ke
seluruh wilayah yang ada di Indonesia. Trend ini cukup membanggakan karena berbarti
masyarakat telah dapat menikmati perkembangan teknologi informasi untuk dipergunakan dalam
kehidupa nnya sehari -hari. Berdasarkan dari sumber yang sama disebutkan bahwa : Data Perilaku
Pengguna Internet berdasarkan konten yang paling sering dikunjungi, didapatkan bahwa trend
tertinggi pengunjung web onlineshop sebesar 82,2 juta atau 62%. Dan konten social media yang
paling banyak dikujungi adalah Facebook sebesar 71,6 juta pengguna atau 54% dan urutan
kedua adalah Instagram sebesar 19,9 juta pengguna atau 15%. Berdasarkan survey populasi
jumlah pemakai internet dari tahun 1998 sampai tahun 2015 didunia terjadi peningkatan jumlah
pengguna internet yang cukup pesat, hal ini dipengaruhi oleh mudahnya pengguna mengakses
internet dari berbagai macam aplikasi dan dari berbagai macam perangkat. Hasil survey juga
menunjukkan 6 jenis konten yang di akses oleh pengguna internet media social menduduki
peringkat paling atas dengan jumlah 129,2 orang kemudian hiburan dan berita menduduki
peringkat yang hamper sama di angka 96 persen. Setelah itu pendidikan dan komesial di angka
93 persen. Dimana layanan publik sebanyak 91,6 persen saja. Hal ini terlihat bahwa trend
masyarakat masih menikmati konten media social dan hiburan dalam menggunakan internet.
Pesatnya perkembangan ini juga membawa beberapa dampak bagi masyarakat, baik dampak
positif maupun negative. Sebagai contoh dampak positif tersebut antara lain meningkatnya
kreatifitas. Di samping itu disebutkan bahwa sebagian besar pengguna internet Indonesia
menggunakan internet untuk mengakses media sosial dan hiburan.
2.2. Kejahatan cyber crime yang membutuhkan solusi dan penangana n
Disatu sisi Teknologi informasi dapat memberikan manfaat, mempermudah dan
mempercepat akses informasi yang kita butuhkan dalamsegala hal serta dapat mengubah model
perekonomian dan model berbisnis. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Seiring
perkembangan teknologi internet, menyebabkan munculnya kejahatan baru yang disebut dengan
new Cybercrime melalui jaringan internet. Munculnya beberapa kasus Cybercrime di Indonesia,
seperti penipuan, hacking, penyadapan data orang lain, spaming email, dan ma nipulasi data
dengan program komputer untuk mengakses data milik orang lain. Kejahatan -kejahatan yang
ditimbulkan oleh pelaku Cybercrime telah merugikan dalam jumlah besar bagi korbannya serta
perekonomian dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia. Untu k penanggulangan
permasalahan kejahatan internet ini diperlukan Lembaga -lembaga khusus, baik milik pemerintah
maupun NGO ( Non Government Organization ). Penyalahgunaan teknologi informasi khususnya
internet telah membuat kerugian material maupun non -materia l bagi sebagian orang, khususnya
para penggunanya. permasalahan ini dapat menimbulkan penurunan moral dan kualitas
bangsa. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencegah hal tersebut, namun perlu ada
cara yang lebih kuat lagi. Dari beberapa penelitian m enunjukkan perkembangan kejahatan
cyber crime dari waktu ke waktu terus meningkat dan segera membutuhkan solusi
penangananya.
2.3. Penanganan Cybercrime
Berbagai upaya Penanganan kejahatan internet (Cybercrime ) telah dilakukan oleh
berbagai lembaga di Indonesia. Namun perkembangan dan munculnya kejahatan baru (new
Cybercrime ) memaksa pemerintah dan masyarakat untuk juga turut mengawasi dan mencegah
terjadinya kejahatan tersebut. Indonesia telah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency
Rensponse Te am). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah –
masalah keamanan komputer. Selain itu Cyber Law (Undang – undang khusus dunia
Cyber /Internet) di Indonesia menggunakan KUHP (pasal 362) dan ancaman hukumannya masih
dikategorikan sebagai kejahatan ringan dan tahun 2016 diadakan perubahan diantaranya
Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan
akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik (Memberikan landasan yang kuat bagi
pemerin tah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet) .
Albrecht W. Steve , 2003, menyatakan bahwa untuk meminimalisir kejahatan Cybercrime
dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian. Upaya
pencegahan Cybercrime adalah salah satu langkah yang penting karena sistem itu harus
dibangun dengan pengendalian, baik itu yang bersifat physical access maupun logical access.
Audit atas pengendalian physical access dilakukan melalui evaluasi atas pengamanan akses fisik
ke lokasi pusat data dan sistem alarm untuk akses tanpa otorisasi pengamanan fisik lain terhadap
hardware. Sedangkan audit atas pengendalian logical access dapat dilakukan dengan
mengevaluasi kesesuaian otorisasi ataupun password dengan penetapan tan ggung jawab ( job
description ). Salah satu upaya pencegahan tersebut dilakukan dengan yang namanya audit atas
teknologi informasi.
2.4. Pendekatan Religius untuk Pengendalian Prilaku amoral
Atas Dasar tinjauan diatas di ketahui bahwa Permasalahan penya lahgunaan teknologi informasi
khususnya media internet ini berawal dari masing -masing individu penggunanya. Perlu adanya
pencegahan yang berawal dari kesadaran sebagai pengguna agar tidak melanggar etika dan
melakukan hal -hal yang amoral dalam penggunaan m edia internet. Hal ini merupakan bentuk
pencegahan dari level yang paling bawah atau paling dasar yaitu pengendalian diri sendiri.
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu tentang pendidikan, pengendalian Prilaku amoral dan Religius
No Nama /
Tahun Tujuan Metode Hasil
1 Suroso
2007 Kebijakan Kriminal
Cybercrime Terhadap
Anak.
Tinjauan Dalam
Prespektif Hukum
Dan Pendidikan Moral Kebijakan
Kriminal Perlunya 3 s trategi penanganan
Cybercrime dengan :
Antisipasi Yuridis
Antisipasi Teknologi
Antisipasi sumberdaya manusia
2 A.M. Wibowo
2012 Mengkaji tentang
Pengaruh
implementasi
pendidikan agama
terhadap perilaku
keagamaan peserta
didik Pendidikan
Agama Terdapat pengaruh antara implementasi
pendidikan agama pada SMA di bawah
yayasan
keagamaan terhadap perilaku keagamaan
peserta didiknya. Pengaruh tersebut
ditunjukan pada perhitungan regresi
dengan nilai
signifkansi sebesar 0,000. Adapun
pengaruh
implementasi pendidikan agama terhadap
perilaku keagamaan peserta didiknya
adalah
sebesar 27,4 %. Dengan demikian
Hipotesis
Nol yang berbunyi tidak ada pengaruh
implementasi pendidikan agama terhadap
perilaku
keagamaan peserta didik ditolak.
No Nama /
Tahun Tujuan Metode Hasil
3 Nazarudin
Tianotak
2011 Mengkaji Urgensi
Cyber law Di
Indonesia Dalam
Rangka Penangan
Cybercrime Disektor
Perbankan
Cyber Law Sistem perundang -undangan di
Indonesia belum mengatur secara
khusus mengenai kejahatan
komputer
melalui media internet.
Hambatan -hambatan yang ditemukan
dalam upaya melakukan penyidikan
terhadap Cybercrime
4 Heru
Sulistiyo,
2014 Mengkaji tentang
relevansi nilai religius
dalam mencegah
perilaku
disfungsional audit
Nilai Religius agama telah terbukti berperan dalam
mencegah perilaku
menyimpang, karena individu dengan
religius tinggi memiliki self monitoring,
self control dan self regulation
sehubungan dengan pandangan terdapat
kekuatan yang maha
tinggi sedang mengawasi mereka ( God).
5
Amiruddin,
2014 Mengkaji tentang
internalisasi nilai -nilai
agama pada anak
usia dini Nilai Agama Penanaman nilai agama kepada para
siswa, namun belum disimpulkan hasilnya
karena penelitian ini hanya memberikan
tata cara penanaman nilai agama tersebut
6 Dodo
Zaenal
Abidin,
M.Kom
2015 mengkaji berbagai
bentuk kejahatan
dalam teknologi
informasi dan
komunikasi dan
penanggulangannya UU ITE Kejahatan Masih meningkat dan bervariasi
tiap tahunnya
Tabel 2 .1 menunjukkan beberapa penelitian diatas telah ada upaya untuk pena nggulangan
kejahatan komputer dengan berbagai cara namun belum dapat menurunkannya, perlu adanya
sebuah model penaggulangan yang lebih kuat dan melekat kepada masing -masing pengguna
internet.
2.5. Cyber Religius Pendekatan Religius untuk Pengendalian Prilaku
Cyber religius adalah sebuah pengendalian tindakan amoral pengguna komputer yang
mengambil prinsip religious atau ketuhanan yang aturannya terbukukan dalam kitab suci setiap
agama. Pandangan ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Emerson dan Mckinney (2010)
menyatakan pentingnya kembali pada kepercayaan beragama dalam membentuk sikap dalam
bisnis, setelah terjadi kegagalan etika dalam bisnis.
Organisasi Buruh Dunia atau ILO (2012)menyatakan bahwa nilai spritual dan religius
(agama) dapat menjadi pijakan umum,karena ada banyak unt uk menginspirasi dan membimbing
tindakan di masa depan dalam era globalisasi. Nilai spritual dan religius menjadi penting dalam
upaya melakukan globalisasi yang adil. Nilai spritual dan religius yang kuat mempunyai peran
penting di atas semua hubungan peke rjaan, keadilan sosial dan perdamaian.
Agama berperan mengurangi bahkan mencegah perilaku menyimpang, seperti:
vandalisme, mencuri, penyalahgunaan narkoba, sex pra nikah, perkosaan atau penyerangan dan
penyalahgunaan senjata. Pencegahan tersebut dapat dimu ngkinkan, karena orang yang memiliki
religiusitas yang tinggi mempunyai kendali diri (self control) yang kuat, sehubungan dengan
ajaran agama yang diyakininya melarang perbuatan tersebut. Peran agama terhadap
pencegahan perilaku menyimpang tersebut dikemuka kan oleh Cohran (1988), Shyam, Waller
dan Zafer (2002) dan Desmond, Ulmer dan Bader (2013).
Agama memainkan peranan yang penting dalam membentuk pribadi yang
bersedia melakukan pemantauan diri ( self monitoring ) guna introspeksi atas perbuatan
yang telah dilakukan. Sikap pemantauan diri tersebut terbentuk dari perasaan bahwa
terdapat kekuatan yang maha besar, Allah, yang maha melihat setiap gerakan hati, ucapan dan
perbuatan, baik yang tersembunyi maupun dinampakkan. Self monitoring menumbuhkan sikap
kenda li diri (self control) yang kuat yang berdampak pada sikap dan perilaku yang benar dan
baik, sehingga perilaku menyimpang tidak terjadi.
McCullough dan Willoughby (2009) mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat
enam simpulan penelitian empiris mengenai pera n agama, yaitu: (1) meningkatkan
pengendalian diri (self control) , (2) mengarahkan tujuan yang dipilih, dikejar, dan diorganisir,
(3) memfasilitasi pemantauan diri (self monitoring) , (4) mendorong pengembangan kekuatan
pengaturan diri (self regulatory) ; (5) mengatur dan mendorong terbentuknya seperangkat
perilaku pengaturan diri, dan (6) berpengaruh terhadap kesehatan, kesejahteraan, dan perilaku
sosial yang ditimbulkan dari pengaruh kontrol diri dan pengaturan diri.
Hasil penelitian diatas membuktikan bahwa agama telah menjadi perhatian para
peneliti dan memainkan peran penting dengan cakupan luas dalam berbagai segi
kehidupan manusia dan lingkungan. Peran penting agama tersebut disebabkan agama
merupakan salah satu sumber etika yang diakui secara unive rsal. Di samping itu, tidak
ada satu agama yang menempatkan etika secara marjinal pada ajarannya yang bisa
diterapkan sambil lalu. Setiap agama selalu menempatkan etika sebagai salah satu inti
utama ajarannya (Kholis,2004).
Adapun lima komponen dalam Cyber religius antara lain :
1. Setiap tindakan yang kita lakukan diawasi oleh Tuhan
Hampir s emua agama memberikan peringatan bahwa akan ada hari akhir kelak atau hari
kiamat, dan pada hari itu semua perbuatan manusia akan dihitung dan
dipertanggungjawabkan. Perbuatan yang bernilai jahat akan mendapatkan balasan berupa
siksaan di neraka sedangkan perbuatan yang baik a kan mendapatkan pahala dan surga .
Carter, McCullough, dan Carver (2012) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa orang –
orang yang lebih religius cenderung untuk memantau posisi pencapaian tujuan mereka ( self-
monitoring ) ke tingkat yang lebih besar, yang pada gilirannya berhubungan dengan kontrol
diri (self control) . Orang -orang religius cenderung percaya bahwa terdapat kekuatan yang
maha tinggi sedang mengawasi mereka ( God), yang terkait dengan pemantauan diri ( self-
monitoring ) yang lebih besar, yang pada gilirannya terkait dengan kontrol diri (self control) .
2. Perbuatan jahat mengakibatkan malapetaka
Dalam hukum alam kekekalan energy, bahwa energy tidak dapat dimusnahkan, suatu
perbuatan jahat adalah sebuah bentuk energy yang tidak dapat hilang/musna dan akhirnya
akan kembali lagi ke sumber pembuat energy dalam bentuk yang lain seperti sakit, bencana,
musibah maupun malapetaka. Namun jika perbuatan baik juga akan mendapat feedback
energy yang baik dan menyenangkan seperti naiknya prestasi, keselamatan, ketentraman
dan naiknya derajat dari makluk yang lain.
Ada realitas yang berlawanan pada sebagian manusia yang justru merasa senang dan
bahkan menjadi kebiasaan sikap dan perilakunya ketika membuat orang lain menjadi
sengsara dan mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Dalam perspektif psikologi agama,
kepuasan dan bahkan kebanggaan seseorang atas kesulitan hidup orang lain disebut sebagai
orang yang sedang sakit jiwa/batinnya. Hal yang demikian menjadi parameter bahwa orang
yang karakternya semacam itu dapat dikatakan bahwa hidupnya sama sekali
tidak bermakna, bahkan menjadi malapetaka (madlarat) bagi dirinya send iri, orang lain, dan
lingkungan (Turhan, 2015) .
3. Dosa dan Hukuman kita akibat dari perbuatan jahat kita
Setiap manusia dalam melakukan kegiatan didunia ini sudah diatur oleh Tuhan, namun
manusia dapat mengendalikan diri untuk meilih antara yang baik dan jelek. Perbuatan baik
akan mendapatkan balasan baik dan perbuatan jahat mendapatkan balasan perbuatan jaha t,
dosa dan hukuman . Dalam Buku purnomo, B, 1982, Hugo De Groot mengatakan bahwa
"malum passionis (quod ingligitur) propter malum actionis " yaitu penderitaan jahat menimpa
dikarenakan oleh perbuatan jahat.
John Kaplan membedakan teori retributive ( retribution ) dalam dua teori yaituteori
pembalasan ( the revenge theory ), dan teori penebusan dosa ( the expiation theory.) Menurut
John Kaplan kedua teori ini sebenarnya tidak berbeda, tergantung dari cara orang berpikir
pada waktu menjatuhkan pidana yaitu apakah pidana itu dijatuhkan karena kita
"menghutangkan sesuatu kepadanya" atau karena "ia berhutang sesuatu kepada kita".
Pembalasan mengandung arti bahwa hutang si penjahat "telah dibayarkan kembali" ( the
criminal is paid back ) sedangkan penebusan mengan dung arti bahwa si penjahat "membayar
kembali hutangnya" ( the criminal pays back ).
4. Satu kejahatan akan dibalas Tuhan dikemudian hari
Tuhan sebagai pemilik makluk hidup memberikan pilihan kepada Manusia untuk
melakukan takdirnya, kebebebasan memilih untuk menjalani hidu p. Pilihan perbuatan yang
jahat akan mendapatkan balasan berupa siksaan baik dinuia maupun di akhirat sedangkan
perbuatan yang baik akan mendapatkan pahala dan kenikmatan naik didunia maupun
diakhirat .
Nilai agama bersumber dar i Tuhan, mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya. Nilai agama
cenderung bersifat mutlak, mangatur balasan ketaatan dengan kehidupan sejahtera dan
ketidak taatan dengan kehidupan sengsara, baik di d unia maupun setelah meninggal dunia.
Balasan tersebut yang memotivasi manusia mengendalikan perilakunya agar sesuai dengan
tuntunan yang digariskan oleh agama. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk Tuhan
sudah sewajarnya menganut nilai -nilai bersumber d ari Penciptanya, yaitu agama. Karena
semua agama bertujuan merealisasikan nilai kehidupan tertinggi manusia, yaitu hidup kekal
di akhirat. Nilai -nilai kehidupan duniawi bukan merupakan tujuan akhir, tapi hanya tujuan
antara, sebagai media untuk mencapai tu juan akhir, yaitu hidup kekal di akhirat (Agoes dan
Ardana, 2013).
5. Hindari kejahatan yang hasilnya tidak akan memberi ketentraman
Perbuatan jahat kadang menghasilakn sesuatu yang banyak dengan mudah, namun
akhirnya nanti tidak aka nada ketentraman dalam hidup dengan hasil dari kejahatan. Semua
itu tidak aka nada artinya karena didapat diatas penderitaan orang lain.
Selaras dengan pemantauan diri dan kendali diri, pada akhirnya agama dapat
mempengaruhi peras aan seseorang lebih tenteram, karena orang yang religiusitasnya
tinggi cenderung mengikutkan Tuhan pada setiap gerak langkahnya. Hati menjadi longgar
tidak terbebani, karena setiap masalah yang dihadapi diserahkan kepada Tuhan, akhirnya
kebahagiaan meningk at. Kaitan dengan itu hasil penelitian Hacknney dan Sanders (2003)
mengungkapkan bahwa relegiusitas berpengaruh dalam peningkatan kesehatan mental yang
diproksi dengan ketahanan mental, kepuasan hidup dan aktualisasi diri. Demikian juga, Aghili
dan Kumar (2008) telah meneliti hubungan sikap religius dengan kebahagiaan pek erja
profesional di India dan Iran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sikap religius yang
tinggi berkorelasi positif dengan kebahagiaan (happiness atauwell being) profesional di India
dan Iran.
Atas dasar uraian tersebut, maka peran agama relevan digu nakan dalam memecahkan
permasalahan mengenai perilaku amoral pemakai komputer. Asumsinya adalah agama memuat
nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang dapat digunakan sebagai kendali
sikap, niat dan perilaku bagi pengguna komputer. Pengguna komputer akan mem iliki self
monitoring, self control dan self regulation yang sangat penting diterapkan dalam kegiatan
memanfaatkan komputer untuk kegiatannya. Dengan kemampuan tersebut, maka pengguna
komputer akan dapat memanfaatkan fasilitas -fasilitas dari komputer dengan baik, dan akan
mampu menghindari perilaku amoral.
Lima dasar materi Cyber religus diatas dapat diberikan dalam bentuk pelatihan dan atau
pembelajaran kepada pengguna komputer untuk mengendalikan perbuatannya, sehingga setiap
pengguna akan menghindari kejahatan. sampel penelitian dari mahasiswa AMIK JTC semarang,
kelas regular pagi dengan populasi 46 mahasiswa, didapatkan sampel dengan metode pemilihan
sampling untuk pengguna m ahasiswa dilakukan dengan metode slovin dengan toleransi tingkat
kesalahan sebesar 5%.
n
Dimana :
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
E : batas toleransi kesalahan (error tolerance)
Jumlah Sampel = 4 6 / 1+( 46 x 0,025 )= 46/1,16 = 41 , maka akan didapat jumlah sampel
sebanyak 41 mahasiswa . Dalam pengujian nantinya akan dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas
standart dan kelas treatment /eksperimen dimana masing -maisng kelas sebanyak 41 mahasiswa.
Adapun questioner Cyber religius yang disebarkan kepada responden seperti di bawah ini :
Tabel 2.2 . Quesioner Cyber Religius
No Deskripsi Cyber religus
Setiap tindakan yang kita lakukan diawasi oleh Tuhan
1 Setiap tindakan yang kita lakukan diawasi oleh Tuhan
2 Kita Hidup didunia telah ditakdirkan oleh Tuhan
3 Kita diperbolehkan oleh tuhan untuk memilih perbuatan
4 Menurut anda perbuatan yang kita lakukan diawasi oleh Tuhan
5 Tuhan mencatat perbuatan Kita
6 Akan Ada hari akhir dan perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan
Perbuatan Jahat mengakibatkan malapetaka
1 Berbuatlah kebaikan agar terhindar dari malapetaka
2 Hukum alam kekekalan energy, bahwa energy tidak dapat dimusnahkan, suatu perbuatan
jahat adalah sebuah bentuk energy yang tidak dapat hilang/musna
3 Energi pada akhirnya akan kembali lagi ke sumber pembuat energy dalam bentuk yang lain
4 Energi yang jahat akan kembali dalam bentuk yang jahat seperti sakit, bencana, musibah
maupun malapetaka
5 Energi yang baik akan kembali dalam bentuk yang baik seperti naiknya prestasi,
keselamatan, ketentraman dan naiknya derajat dari makluk yang lain.
Dosa dan Hukuman kita akibat dari perbuatan jahat kita
1 Hukuman yang diterima akibat dari perbuatan jahat kita
2 Setiap manusia dalam melakukan kegiatan didunia ini sudah diatur oleh Tuhan
3 Manusia dapat mengendalikan diri untuk memilih antara yang baik dan jahat
4 Perbuatan baik akan mendapatkan pahala dan perbuatan jahat mendapatkan dosa
Satu kejahatan akan dibalas Tuhan dikemudian hari
1 Satu kejahatan akan dibalas Tuhan dikemudian hari
2 Tuhan sebagai pemilik makluk hidup memberikan pilihan kepada Manusia untuk melakukan
takdirnya
3 Manusia diberi kebebebasan memilih untuk menjalani hidup dengan perbuatan -perbuatan
No Deskripsi Cyber religus
Hindari kejahatan yang hasilnya tidak akan memberi ketentraman
1 Hindari kejahatan yang hasilnya tidak akan memberi ketentraman
2 Perbuatan jahat kadang menghasilkan sesuatu yang banyak dengan mudah
3 Tidak akan ada ketentraman dalam hidup dengan hasil dari kejahatan
4 Semua itu tidak akan ada artinya karena didapat diatas penderitaan orang lain.
Penilaian questioner di skor menggunakan skala likert, dengan score 1=Sangat Tidak Setuju, 2
=Tidak Setuju, 3= Ragu -ragu, 4=Setuju, 5=Sangat Setuju.
2.1. Pengujian model Cyber Religius
Pengujian model Cyber Religius dilakukan metode eksperimen kuasi. Metode ini digunakan untuk
memperoleh gambaran peningkatan moral perilaku mahasiswa dengan materi Cyber Religius.
Responden adalah mahasiswa AMIK JTC Semarang, sebanyak 41 orang. Instrumen berupa Soal
sebanyak 22 butir yang diujikan kepada mahasiswa yang telah mendapatkan materi Cyber
Religius. Pemberian soal ini bertujuan untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen yang
telah dibuat tersebut. Dari hasil uji instrumen terdapat 2 butir s oal yang tidak valid.
Dilakukan tes terhadap responden menggunakan 2 0 soal valid sebelum dan sesudah
treatment. Perbedaan skor tes awal dan tes akhir ini diasumsikan sebagai efek dari
treatment. Skor gain ( gain actual ) diperoleh dari selisih skor test awal dan tes akhir.
Tes dilakukan pada saat pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir). Tes ini bertujuan
untuk melihat sejauh mana pemahaman mahasiswa terhadap kerugian amoral dalam dunia
Cyber sebelum kegiatan belajar mengajar dan setelah menggunakan model Cyber religius .
Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan dengan Skala , karena dengan
tes ini dapat mengetahui sejauh mana pemahaman tentang materi Cyber religius mahasiswa
yang didapatkan setelah peserta diberikan treatment. Instru men tes tersebut mencakup kedalam
tujuan pembelajaran yang diberikan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Tes
tersebut dilakukan didua kelas yang berbeda kelas eksperimen dan kontrol. Pretest tersebut
untuk engetahui kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, sedangkan postest
dilakukan untuk mengetahui kemampuan sisiwa kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah
diberikan perlakuan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2.2. Hasil penelitian
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan peningkatan prilaku antara
mahaiswa A yang mendapat materi Cyber Religius dengan yang tidak mendapatkan materi . Hasil
penelitian secara umum disajikan dalam tabel kedua berikut:
Tabel 2 .3. Skor Rata -rata Pre -test dan Post -test
Kelas Skor Rata -rata
Pre-test Skor Rata -rata
Post-Tes Keterangan
A 3.48 4.10 dengan pemberian Materi Cyber Religius
B 3.56 3.86 Tanpa Pemberian Materi
Hasil rata -rata pre-test yang diperoleh kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak memiliki
perbedaan yang cukup tinggi. Kedua kelas ini hanya memiliki selisih nilai yang sedikit. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kedua kelas ini memiliki kemampuan awal yang sama. Skor pre-test
maksi mum pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu 100. Tetapi berbeda dengan skor
maksimal pre-test pada skor minimum dalam dua kelas ini terdapat perbedaan yaitu untuk kelas
eksperimen 64 dan kelas kontrol 48. Pada kelas eksperimen yang mendapat mate ri Cyber religius
siswa mengalami peningkatan moral dan menghindari tampilan -tampilan web yang tidak baik.
Berbeda dengan kelas kontrol, siswa terlihat mencoba -coba masuk ke web -web yang
mengandung unsur tidak baik dan segera menutup situs tersebut ketika ada pengawas,
walaupun sama -sama diminta untuk membuka situs internet secara bebas . Dari kelas eksperimen
dengan jumlah siswa 41 orang tidak terdapat siswa yang berhasil mencapai Kriteria Paham ,
sedangkan pada kelas kontrol 8 orang tidak berhasil mencapai kriteria Paham sedangkan 33
lainnya diatas kriteria tersebut . Hal tersebut dapat diartikan pada kelas eksperimen 100% siswa
berhasil menghindari kegiatan amoral dalam menggunakan internet, sedang kelas control masih
jauh dari harapan keberhasilan yaitu 57%. Pada uji hipotesis disimpulkan bahwa t hitung> ttabe l yaitu
1,9994 > 1,6648. Dengan demikian H 0 ditolak dan H i diterima. Jika H 1 diterima maka berbun yi
“Ada perbedaan prilaku antara kelas eksperimen yang mendapat materi Cyber religius dengan
kelas kontrol”. Hal ini berarti terjadi peningkatan pemahaman tentang pentingnya pengendalian
diri mahasiswa terhadap tindakan amoral dalam penggunaan komputer.
3. KESIMPULAN
Perkembangan internet yang pesat memberikan pengaruh yang beraneka ragam, salah satunya
adalah pengaruh negative dan positif bagi masyarakat. Pengendalian pemakai internet agar tidak
terjadi tindakan amoral sudah dilakukan namun belum secara maksimal mengu rangi jumlah yang
terjadi. Cyber religius merupakan sebuah model yang dapat dijadikan alternative untuk
mengendalikan prilaku pemakai internet agar terhindar dari tindakan amoral, berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan terdapat peningkatan prilaku yan g baik mahasiswa pemakai
internet dibanding dengan yang tidak menggunakan. Dengan pemberian materi cyber religious
terjadi peningkatan prilaku baik dari mahasiswa yang mendapat materi Cyber religius dibanding
dengan kelas yang tidak mendapatkan materi. Cyber religius dapat dijadikan alternative d i
Indonesia untuk penanggulangan kejahatan di internet , namun perlu adanya dukungan semua
pihak agar tingkat kejahatan amoral di dunia internet dan komputer semakin menurun .
Copyright Notice
© Licențiada.org respectă drepturile de proprietate intelectuală și așteaptă ca toți utilizatorii să facă același lucru. Dacă consideri că un conținut de pe site încalcă drepturile tale de autor, te rugăm să trimiți o notificare DMCA.
Acest articol: CYBER RELIGIUS SEBAGAI PENGENDALI PRILAKU AMORAL [621961] (ID: 621961)
Dacă considerați că acest conținut vă încalcă drepturile de autor, vă rugăm să depuneți o cerere pe pagina noastră Copyright Takedown.
