Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal [600528]

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal
1 PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN HIGHER
ORDER THINGKING SKILLS (HOTS) MATEMATIS SISWA

H. Hodiyanto
IKIP PGRI Pontianak Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas MIPATEK, Jalan Ampera No 8 Pontianak
[anonimizat]

Abstrak
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model Problem Based Learning terhadap
kemampuan Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa pada materi sistem persamaan linear
dua variabel di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak. Adapun tujuan khususnya adalah (1) untuk mengetahui
kemampuan Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa sebelum dan setel ah diterapkan
Problem Based Learning pada materi sistem persamaan linear dua variabel di kelas X SMA Negeri 9
Pontianak. (2) untuk mengetahui pengaruh dan besar pengaruh model Problem Based Learning terhadap
kemampuan Higher Order Thingking Skills (HOTS) m atematis siswa pada materi sistem persamaan linear
dua variabel di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimen, dengan bentuk penelitian Pre-Experimental Design . Rancangan dalam penelitian ini adalah
One Gro up Pretest -Posttest Design , yaitu menggunakan satu kelompok sampel saja yang diberikan tes
awal dan tes akhir setelah diberikan perlakuan. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan terhadap
temuan dilapangan maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model Problem Based
Learning terhadap kemampuan Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa pada materi
sistem persamaan linear dua variabel di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak.
Kata Kunci : Problem Based Learning , Higher Order Thingking Skills , materi sistem persamaan linear
dua variabel.

Abstract
An abstranct is a brief summary of a research article, thesis, review, conference proceeding or any -depth
analysis of a particular subject or disipline, and is often used to help the reader quickly ascertain the paper
purposes. When used, an abstract always appears at the beginning of a manuscript or typescript, acting as
the point -of-entry for any given academic paper or patent application. Absatrcting and indexing services
for various academic discipline are aimed at compiling a body of literature for that particular subject.
Abstract l ength varies by discipline and publisher requirements. Abstracts are typically sectioned logically
as an overview of what appears in the paper .
Keywords: content, formatting, article.

PE NDAHULUAN
Matematika sangat diperlukan oleh setiap orang
dalam kehidupan sehari -hari untuk membantu
memecahkan permasalahan. Oleh karena itu, tidak salah
jika pada bangku sekolah, matematika menjadi salah satu
mata pelajaran pokok yang diajarkan dari bangku taman
kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Namun, pada
kenyataannya masih ada sebagian siswa yang merasa
kesulitan dalam belajar matematika. Orientasi pendidikan
saat ini cenderung memperlakukan siswa berstatus
sebagai obyek. Orientasi pendidikan yang demikian
menyebabkan praktik pendidikan mengisolir diri dari
kehidupan nyata yang ada di luar sekolah, kurang relevan
antara apa yang diajarkan di sekolah dengan kebutuhan
pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan
intelektual yang tidak sejalan dengan pengem bangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan
berkepribadian.
Pada umumnya proses pembelajaran matematika
masih terfokus dalam peningkatan kemampuan
menghafal dan menggunakan konsep, namun masih
jarang dalam mengembangkan kemampuan berfikir
tingkat t inggi. Tetapi yang menjadi masalah adalah
bagaimana kemampuan berfikir tingkat tinggi itu
dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar
matematika. Keterampilan berfikir tingkat tinggi harus
dimiliki oleh siswa dan keterampilan ini akan dimiliki
siswa apabi la guru mengajarkan dan menstimulus
kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah
dalam pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam upaya untuk mencap ai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran

Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 – 216
matematika adalah untuk (1) menumbuhkan dan
mengembangkan keterampilan berhitung, (2)
Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat
dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3)
mengembangkan penget ahuan dasar matematika sebagai
bekal melanjutkan ke SMA dan Perguruan tinggi, dan (4)
membuat sikap logis, kritis, cermat dan disiplin
(Depdinas, 2006: 25 -26). Salah satu karakteristik
matematika adalah mempunyai objek yang bersifat
abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa
mengalami kesulitan dalam matematika. Salah satu
kompetensi yang ditekankan untuk lulusan siswa SMA
dalam pembelajaran matematika adalah menunjukkan
sikap logis, kritis, analitis, kreatif cermat dan teliti,
bertanggung jawab, r esponsif, dan tidak mudah menyerah
dalam menyelesaikan masalah (Permendikbud Nomor 59,
2014). Pencapaian kompetensi tersebut menuntut adanya
pengaturan proses pembelajaran matematika dikelas.
Menurut Permendikbud 22 Tahun 2006 yang
menyatakan bahwa mata pe lajaran matematika diberikan
kepada semua peserta didik untuk membekali mereka
dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Fokus
utama tujuan pembelajaran matematika dan tuntutan
kurikulum 2013 adalah mengembangkan Higher Order
Thinking Skills (HOTS) siswa. HOTS adalah kemampuan
berfikir tingkat tinggi yaitu analisis, evaluasi, dan
mengkreasi. HOTS juga merupakan aspek yang sangat
penting untuk dikembangkan dalam pembelajaran
matematika karena da lam menyelesaikan permasalahan
yang tidak rutin siswa memerlukan kemampuan HOTS.
Kurikulum 2 013 juga menuntut materi pelajaran sampai
metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu
untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan.
Sejalan dengan itu ran ah dari HOTSyaitu analisis yang
merupakan kemampuan berfikir dalam menspesifikasi
aspek -aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu.
Evaluasi merupakan kemampuan berfikir dalam
mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi, dan
mengkreasi merupakan kemampu an berfikir dalam
membangun gagasan/ide -ide. Kemampuan -kemampuan
ini merupakan kemampuan berfikir level atas pada
Taksonomi Bloom yang terbaru hasil revisi oleh
Anderson dan Krathwohl (Krathwohl, 2002). Adapun
indikator kemampuan befikir tingkat tinggi yan g
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1) Analyze (menganalisis) yaitu memisahkan materi
menjadi bagian -bagian penyusunannya dan mendeteksi
bagaimana suatu bagian berhubungan dengan satu
bagiannya yang lain. (2) Evaluate (mengevaluasi) yaitu
menilai sesuatu yang didasarkan pada kriteria atau tujuan
yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan
pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi. (3)
Create (mencipta) yaitu menempatkan elemen bersama –
sama untuk membuat hasil yang as li.
Kurangnya kemampuan berfikir tingkat tinggi
peserta didik Indonesia juga terlihat dari peringkat
Indonesia dalam Programme Internationale for Student
Assessment (PISA) tahun 2015, Indonesia memperoleh
peringkat 69 dari 72 negara peserta. Assessment
framework pada studi PISA menekankan pada kemampuan bernalar, memecahkan masalah,
berargumentasi, dan berkomunikasi berdasarkan pada
kemampuan berfikir tingkat tinggi. Pentingnya peserta
didik dilatih untuk berfikir tingkat tinggi adalah agar
peserta didik dapat menganalisis, mengevaluasi, dan
mengkreasi serta memahami informasi, berfikir yang
berkualitas akan mencapai hasil akhir yang berkualitas
sehingga peserta didik menjadi lebih mandiri. Semakin
baik kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik
akan berdampak baik terhadap hasil belajarnya.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yan g
dilakukan oleh Ayuningtias ( 2013 ) dan Prasetyani ,
Hartono & Susanti (2016) mengatakan bahwa
kemampuan berfikirkir tingkat tinggi tegolong masih
rendah. Selai n itu, peneliti juga melakukan pra observasi
untuk memperkuat masalah yang akan dipecahkan. Pada
saat pra observasi, peneliti memberikan soal untuk
mengetahui kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa.
Dilihat dari hasil pra observasi, proses penyelesaian
soalnya masih kurang dalam memahami masalah yang
diberikan, belum bisa membedakan bagian yang relevan
dan bagian yang tidak relevan, dan masih kurang dalam
menghubungkan apa yang diketahui dengan pertanyaan
dari masalah yang diberikan, sehingga kemampuan
berfikir tingkat tinggi siswa masih kurang dalam
penyelesaian soal tersebut. Rata -rata yang di dapat dari
hasil pra observasi belum mencapai KKM yaitu 68,
sedangkan nilai KKM adalah 75, sehingga kemampuan
berfikir tingka t siswa tergolong masih rendah. Hasil pra
observasi dapat dilihat pada gambar 1.1 di bawah ini :

Gambar 1 Gambaran hasil Pra obesrvasi HOTS

Dilihat dari hasil pra observasi diatas, maka dari itu
perlu adanya suatu perubahan strategi pembelajaran dari
yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi
berpusat pada siswa (student centered) . Pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student center ed) adalah
pembelajaran yang lebih berpusat pada kebutuhan, minat,
bakat, dan kemampuan peserta didik, sehingga
pembelajaran akan menjadi sangat bermakna. Maka
peneliti melihat sangat cocok jika digunakan model
pembelajaran problem based learning yang meru pakan

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal
3 salah satu model yang berpusat pada siswa (student
centered) .
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan
implementasi kurikulum 2013 dan menuntut keaktifan
dan kemampuan siswa adalah model Problem Based
Learning (PBL). Problem Based Learning diartikan
sebagai model kurikulum yang dirancang menggunakan
kehidupan nyata. Problem Based Learning menekankan
pada penggunaan masalah sebagai sarana bagi peserta
didik untuk mengembangkan keterampilan HOTS dalam
menyelesaikan masalah nyata. Secara umum deng an
model problem based learning bertujuan mengenal siswa
terhadap sebuah masalah atau kasus yang relevan dengan
materi ajar yang akan dibahas dan didalamnya siswa di
tuntut untuk melakukan segala bentuk aktivitas yang
mengarah pada pemecahan masalah yang d isajikan guru
terutama pada materi SPLDV. Model ini merupakan
konsep yang melibatkan siswa untuk melatih siswa
berfikir matematis tingkat tinggi yang ada didunia nyata
sehingga siswa mampu mempelajari pengetahuan yang
berkaitan dengan masalah dan sekaligu s siswa
diharapkan akan memiliki keterampilan berfikir tingkat
tinggi.
Menurut Suyanto (2009), problem based
learning merupakan suatu model pembelajaran yang
berbasis pada masalah, dimana masalah tersebut
digunakan sebagai stimulus yang mendorong mahasiswa
untuk pencarian informasi relevan yang bersifat student
centered (berpusat pada siswa) melalui diskusi dalam
sebuah kelompok kecil untuk mendapatkan solusi dan
masalah yang diberikan. Problem based learning juga
merupakan salah satu model yang ditandai den gan
penggunaan masalah yang ada di dunia nyata untuk
melatih siswa dalam kemampuan berfikir tingkat tinggi,
danmemperoleh pengetahuan tentang konsep yang
penting dari apa yang dipelajari (Wijayanto, 2009:15).
Berdasarkan paparan tersebut maka judul penelit ian
ini adalah ”Pengaruh Model Problem Based Learning
Terhadap Kemampuan Higher Order Thingking Skills
(HOTS) Matematis Siswa Pada Materi Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel Di Kelas X SMA N 9 Pontianak”.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem
Based Learning terhadap kemampuan Higher Order
Thingking Skills (HOTS) matematis siswa pada materi
sistem persamaan linear dua variabel di kelas X SMA N
9 Pontianak. Adapun tujuan dari beberapa sub masalah
tersebut adalah untuk mengetahui : (1) Kemampuan
Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa
sebelum dan sesudah diterapkan model Problem Based
Learning pada materi sistem persamaan linear dua
variabel di kelas X SMA N 9 pontianak. (2 ) Pengaruh
dan besarnya pengaruh model Problem Based Learning
terhadap kemampuan Higher Order Thingking Skills
(HOTS) matematis siswa pada materi sistem persamaan
linear dua variabel di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak .

ME TODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimen. Sugiyono (2013: 107) menyatakan bahwa “Metode eksperimen merupan metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkenda li”.
Kondisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengaruh model problem based learning terhadap
kemampuan higher order thingking skills (HOTS)
matematis siswa pada materi sistem persamaan linear dua
variabel di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak. Terdap at
beberapa bentuk desain eksperimen yang dapat
digunakan dalam penelitian, yaitu Pre-Experimental
Design, True Experimental Design, Quasi Experimental
Design, dan Factorial Design. Bentuk penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-Experimen tal
Design . Menurut Sugiyono (2013: 109), dikatakan Pre-
Experimental Design karena belum merupakan
eksperimen sungguh -sungguh, karena belum terdapat
variabel luar (variabel kontrol) yang ikut berpengaruh
terhadap terbentuknya variabel terikat.
Rancangan da lam dalam penelitian ini
menggunakan One-Group Pretest -Posttest Design , yaitu
desain yang hanya menggunakan satu kelompok sampel
saja yang diberikan tes awal dan tes akhir setelah
diberikan perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan
dapat diketahui lebih a kurat, karena dapat
membandingkan keadaan sebelum dengan setelah
diberikan perlakuan.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X
MIA SMA Negeri 9 Pontianak yang terdiri dari tiga kelas
yaitu X MIA 1, X MIA 2, X MIA 3 yang berjumlah 108
siswa. Penen tuan sampel pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling ,
yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang
dilakukan dengan merandom kelas.
Adapun langkah -langkah pengambilan sampel
dalam peneli tian ini adalah sebagai berikut : Meminta
hasil ulangan harian kelas X SMA Negeri 9 pontianak
kepada guru bidang studi pendidikan matematika.
Selanjutnya data tersebut diuji homogenitas dengan
menggunakan uji bartlett untuk mengetahui apakah
ketiga kelas tersebut homogen atau tidak. Dari hasil
perhitungan diketahui bahwa ketiga kelas tersebut adalah
homogen. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
mengkode setiap kelas dan menulisnya ke dalam kertas
kecil yang digulun g, kemudian mengambil secara acak
dengan pengundian yang dilakukan oleh peneliti dan
pengambilan itu didapat kelas X MIA 2 yang ditet apkan
sebagai kelas eksperimen.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada
penelitian ini adalah teknik pengukuran. Menuru t
Budiyono (2011: 30) menyatakan bahwa pengukuran
adalah sekumpul cara untuk memberikan bilangan untuk
menyatakan objek, kemampuan, atribut atau perilaku.
Didalam penelitian ini pengukuran digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai kemampuan Higher Order
Thingking Skills (HOTS) yang diterapkan dengan model
Problem Based Learning pada materi sistem persamaan
linear dua variabel. Agar data yang dikumpulkan lebih
akurat, maka peneliti menggunakan alat bantu untuk
mengumpulkan data atau yang sering disebut deng an
instrumen penelitian. Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes

Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 – 216
kemampuan Higher Order Thingking Skills (HOTS).
Menurut Nurhadi dan Suwardi (2010: 29) mengatakan
bahwa tes adalah suatu cara dalam rangka melaksanakan
kegiatan evaluasi, yang berisikan serangkaian tugas untuk
dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik yang mem iliki
jawaban benar atau salah.
Tes bertujuan untuk mengumpulkan informasi
tentang kemampuan, penguasaan dan pemahaman
terhadap materi dan selanjutny a diberikan skor atau nilai.
Tes tersebut dilakukan pada saat sebelum dan setelah
diberikan perlakuan model Problem Based Learning
untuk mengetahui kemampuan Higher Order Thingking
Skills (HOTS) dalam bentuk soal uraian yang diberikan
pada kelas eskperimen .
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakana statistik deskriptif dan
inferensial. Untuk mengetahui tujuan penelitian pertama
menggunakan statistik deskriptif, sedangkan untuk
mengetahui tujuan penelitian ke dua menggunakan
statistik inferensial, uji t. tetapi sebelum dilakukukan uji t
terlebuh dahulu dilakukan uji prasyarat uji t yaitu data
harus berdistribusi normal. Uji normalitas dalam
penelitian ini menggunakan uji statistik Chi -kuadrat,
sedangkan uji t menggunakan uji -t satu kelompok.

HASIL DAN PE MBAHASAN
Deskripsi Data
Dari hasil pengumpulan data dengan menggunakan
tes uraian di SMA Negeri 9 pontianak setelah dikoreksi
sesuai dengan pedoman penskoran dan diberinilai,
kemudian diperoleh nilai rata -rata siswa dari pretest dan
posttest . Dilihat dari hasil pretest dan posttest
kemampuan Higher Order Thingking Skills matematis
siswa kelas X SMA Negeri 9 Pontianak pada materi
sistem persamaan linear dua variabel, dapat dikatakan
memiliki kemampuan Higher Order Thingking Skills
matematis jika nilainya mencapai .
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum
diberikan perlakuan jumlah nilai pretest sebesar 1569
dengan nilai rata -rata 44. Dari 36 siswa, kemampuan
Higher Order Thingking Skills (HOTS) yang dimiliki
oleh siswa d engan kriteria kurang berjumlah 17 siswa,
dengan kriteria cukup berjumlah 16 siswa, dan dengan
kriteria baik berjumlah 3 siswa. Setelah melakukan
pretest siswa mendapatkan perlakuan dengan model
pembelajaran Problem Based Learning. Setelah
diberikan perla kuan jumlah nilai posttest sebesar 2599
dengan nilai rata -rata 73. Dari 36 siswa, kemampuan
Higher Order Thingking Skills (HOTS) yang dimiliki
oleh siswa dengan kriteria cukup berjumlah 3 siswa,
dengan kriteria baik berjumlah 26 siswa, dan dengan
kriteria sangat baik berjumlah 7 siswa.
Analisis Data
Uji normalitas
Hasil uji normalitas pretest diperoleh
sebesar 3,26 sedangkan uji normalitas posttest diperoleh
sebesar 6,38 (lampiran XXXV) dengan
dan dk = 3) sebesar 7,815. Karena
, maka data hasil pretest dan posttest
berdistribusi normal. Uji hipotesis (uji -t)
Berdasarkan uji -t, diperoleh sebesar
dan ( dan ) sebesar 1,6896.
Karena ) ), maka H 0
ditolak dan H a diterima, yaitu “terdapat pengaruh model
Problem Based Learning terhadap kemampuan Higher
Order Thingking Skils (HOTS) matematis siswa pada
materi sistem persamaan linear dua variabel di kelas X
SMA Negeri 9 Pontianak”.
Effect size
Berdasarkan perhitungan effect size , diperoleh
besar pengaruh model Problem Based Learning terhadap
kemampuan Higher Order Thingking Skills (HOTS)
matematis siswa pada materi sistem persamaan linear dua
variabel di kelas X SMA Negeri 9 Pontianak sebesar 2,5
dengan kriteria tinggi.
Ada pun hasil pengolahan nilai pretest dan
posttest kemampuan Higher Order Thingking Skills dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1
Hasil Pengolahan Nilai Pretest dan Posttest siswa
Keterangan Pretest Posttest
Rata -rata ( ̅) 44 73
Standar deviasi
( ) 11.6 9.51
Uji normalitas
( ) 3.26 6.38
Pre-Posttest
Uji hipotesis ( ) 11.64
Effect size ( ) 2.5

Dari hasil pengolahan nilai pretest dan posttest
siswa diperoleh rata -rata nilai pretest sebesar 44 dan
posttest 73, standar deviasi pretest sebesar 11,6 dan
posttest 9,51, dan uji normalitas pretest sebesar 3,26 dan
posttest 6,38. Untuk uji hipotesis pre-posttest sebesar
11,64 dan effect size nya sebesa r 2,5.

Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 30 juli – 6
agustus 2018 dengan pemberian soal tes kemampuan
Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis dalam
bentuk soal uraian di kelas X MIA 2 SMA Negeri 9
Pontianak tahun ajaran 2018/2019. Menurut Wardana
(Rofiah, 2013: 17) mengemukakan bahwa Higher Order
Thingking Skills (HOTS) adalah proses berfikir yang
melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi
pengalaman yang kompleks, reflektif dan kreatif yang
dilakukan secara sadar untuk m encapai tujuan, yaitu
memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berfikir
analitis, sintesis, dan evaluatif.
Pada kelas ini terdapat 36 siswa yang dijadikan
sebagai sampel dalam penelitian. Tahapan penelitian ini
yaitu, pemberian tes awal ( pretest ), pemberian
perlakukan ( treatment ), dan pemberian tes akhir
(posttest ). Proses pembelajaran di kelas dilakukan
sebanyak dua kali pertemuan. Setiap pertemuan
berlangsung selama 2 x 45 menit dengan menggunakan
model Problem Based Learning . Dalam proses

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal
5 pemb elajaran siswa dituntun untuk memiliki kemampuan
Higher Order Thingking Skills (HOTS).
Pada pertemuan pertama, peneliti memberikan
pretest (tes awal) untuk mengetahui bagaimana
kemampuan awal Higher Order Thingking Skills
(HOTS). Pada pertemuan kedua, peneliti meminta siswa
untuk mengungkapkan kembali pemahaman mereka yang
berkaitan dengan masalah yang di berikan, kemudian
peneliti juga mengajukan pertanyaan untuk mengetahui
dan menggali pengetahuan awal siswa yang berkaitan
dengan masalah. Selanjutnya peneliti membentuk
kelompok belajar yang masing -masing terdiri dari 6
orang siswa yang heterogen. Dalam tahap ini sikap kerja
sama setiap anggota kelompok sangat diperlukan untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan oleh peneliti .
Selain membimbing dan memban tu siswa memahami
masalah, peneliti juga mengajukan pertanyaan agar siswa
dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah.
Pada pertemuan ketiga, peneliti memberikan
kesempatan kepada kelompok -kelompok tersebut untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan
kelas. Presentasi ini merupakan bentuk pengembangan
sikap agar siswa berani menyampaikan pendapat di depan
kelas dan dapat berperan aktif di ke las. Pada pertemuan
selanjutnya, peneliti memberikan posttest (tes akhir).
Tahap -tahap pembelajaran tersebut pada prinsipnya
membentuk prilaku disiplin, aktif, kerja sama, dan rasa
tanggung jawab.
Sebelum diberikan perlakuan ( treatment ) jumlah
nilai pretest sebesar 1569 dengan nilai rata -rata 44. Dari
36 siswa, yang memiliki kemampuan Higher Order
Thingking Skills (HOTS) dengan kriteria kurang
berjumlah 17 siswa, dengan kriteria cukup berjumlah 16
siswa, dan dengan kriteria baik berjumlah 3 siswa.
Setelah melakukan pretest , siswa mendapatkan perlakuan
(treatment ) yang diterapkan dengan model Problem
Based Learning . Setelah diberikan perlakuan ( treatment )
jumlah nilai posttest sebesar 2599 dengan nilai rata -rata
73. Dari 36 siswa, yang memiliki kemampuan Higher
Order Thingking Skills (HOTS) dengan kriteria cukup
berjumlah 3 siswa, dengan kriteria baik berjumlah 26
siswa, dan dengan kriteria sangat baik berjumlah 7 siswa.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Mohammed, et.al. (2015: 13 -20)
membuktikan bahwa hampir semua peserta didik dapat
meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi
terutama pada tahap evaluasi. Menurut Prasetyani , dkk.
(2016) membuktikan bahwa pembelajaran berbasis
masalah dapat meningkatkan kemampuan Higher Order
Thingking Skills (HOTS) dengan kriteria tinggi.
Dari hasil perhitungan hipotesis, dengan kesimpulan
H0 ditolak maka H a diterima, yaitu terdapat pengaruh
model Problem Based Learning terhadap kemampuan
Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa
pada materi sistem persamaan linear dua variabel di kelas
X SMA Negeri 9 Pontianak. Sedangkan untuk hasil
perhitunggan effect size nya yaitu sebesar 2,5 dengan
kriteria tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa besar
pengaruh model Problem Based Learning terhadap
kemampuan Higher Order Thingking Skills (HOTS)
sebesar 2,5 dengan kriteria tinggi.
PE NUTUP
Simpulan
Berdasarkan analisis terhadap data hasil penelitian
yang dilakukan melalui penelitian eksperimen dengan
model Problem Based Learning terhadap kemampuan
Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa
pada materi sistem persamaan linear dua variabel di kelas
X SMA Negeri 9 Pontianak. Untuk jawaban dari masalah
umumnya adalah: terdapat pengaruh yang signifikan
model Problem Based Learning terhadap kema mpuan
Higher Order Thingking Skills (HOTS) matematis siswa
pada materi sistem persamaan linear dua variabel di kelas
X SMA Negeri 9 Pontianak.
Adapun jawaban dari masalah khususnya dapat
disimpulkan hasil penelitiann sebagai berikut :
1. Kemampuan Higher Order Thingking Skills
(HOTS) matematis siswa sebelum diterapkan model
Problem Based Learning pada materi sistem
persamaan linear dua variabel di kelas X SMA
Negeri 9 Pontianak secara keseluruhan dapat dilihat
dari nilai rata -rata kemampuan Higher Order
Thingking Skills (HOTS) matematis siswa tergolong
cukup.
2. Kemampuan Higher Order Thingking Skills
(HOTS) matematis siswa setelah diterapkan model
Problem Based Learning pada materi sistem
persamaan linear dua variabel di kelas X SM A
Negeri 9 Pontianak secara keseluruhan dapat dilihat
dari nilai rata -rata kemampuan Higher Order
Thingking Skills (HOTS) matematis siswa tergolong
baik.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan model Problem
Based Learning terhadap kemampuan Higher Order
Thin gking Skills (HOTS) matematis siswa pada
materi sistem persamaan linear dua variabel di kelas
X SMA Negeri 9 Pontianak.
4. Besar pengaruh model Problem Based Learning
terhadap kemampuan Higher Order Thingking
Skills (HOTS) matematis siswa pada materi sist em
persamaan linear dua variabel di kelas X SMA
Negeri 9 Pontianak dengan kriteria tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Ayuningtyas, N. (2013). Proses Penyelesaian Soal Higher
Order Thinking Materi Aljabar Siswa SMP Ditinjau
Berdasarkan Kemampuan Matematika
Siswa. MATHEdunesa , 2(2).
Kratwohl. David R. (2002). A Revision Of Bloom’s
Taxonomi : An Overnew. www.
Unco.edu/cetl/sir/stating_outcome/document/Kratwoh
l.pdf. (diakses pada tanggal 7 Februari 2018).
Prasetyani, E., Hartono, Y., & Susanti, E. (2016).
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kelas XI
Dalam Pembelajaran Trigonometri Berbasis Masalah

Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 – 216
Di Sma Negeri 18 Palembang. Jurnal Gantang , 1(1),
34-44.

Similar Posts