PENELITIAN KUANTITATIF… JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA [600234]
PENELITIAN KUANTITATIF….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
127
PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SERTA
PEMIKIRAN DASAR MENGGABUNGKANNYA
Mohammad Mulyadi
Doktor Ilmu Sosial alumnus Universitas Padjadjaran, saat ini bekerja pada Pusat Pengkajian, Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. e mail : [anonimizat] .
(Naskah diterima 7 Maret 2011, disetujui terbit 6 A pril 2011)
ABSTRACT
Quantitative research is a research approach that r epresents the understanding of positivism,
while qualitative research is an approach that repr esents a familiar naturalistic research
(phenomenology). Research with quantitative and qua litative approach by some may not be
mixed, but knowledge is considered wrong by researc hers who noticed that each research
approach has a weakness, and therefore deemed neces sary to do a combination, for each
approach complement each other. The reason for the selection of both research approaches is
that both types of research are mutually reinforcin g and complementing each other so that
research results will be achieved not only an objec tive, structured and measurable but it will be
achieved also in-depth research results and factual .
Key words : Quantitative research ;Qualitative research ; positivism; phenomenology;
quantitative, qualitative
ABSTRAK
Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelit ian yang mewakili paham positivisme,
sementara itu penelitian kualitatif merupakan pend ekatan penelitian yang mewakili paham
naturalistik (fenomenologis). Penelitian dengan pen dekatan kuantitatif dan kualitatif oleh
sebagian kalangan tidak boleh dicampuradukan, namun pemahaman ini dianggap keliru oleh
para peneliti yang melihat bahwa masing-masing pend ekatan penelitian mempunyai
kelemahan, dan oleh karenanya dianggap perlu untuk melakukan kombinasi, agar masing-
masing pendekatan saling melengkapi. Alasan pemilih an kedua pendekatan penelitian tersebut
adalah bahwa kedua jenis penelitian tersebut saling memperkuat dan saling melengkapi
sehingga akan dicapai hasil penelitian yang tidak h anya obyektif, terstruktur dan terukur namun
akan dicapai juga hasil penelitian yang mendalam da n faktual.
Kata-kata Kunci : Penelitian Kuantitatif; Penelitia n Kualitatif, positivistik;
fenomenologik; kuan titatif; kualitatif
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA PENELITIAN KUANTITATIF…..
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
128 PENDAHULUAN
enelitian adalah sebuah proses kegiatan yang bertuj uan untuk mengetahui sesuatu secara
teliti, kritis dalam mencari fakta-fakta dengan men ggunakan langkah-langkah tertentu.
Keinginan untuk mengetahui sesuatu tersebut secara teliti, muncul karena adanya suatu
masalah yang membutuhkan jawaban yang benar. Berbag ai alasan yang menjadi sebab
munculnya sebuah penelitian. Misalnya, mengapa lalu lintas di Ibukota Jakarta sering macet?,
mengapa disiplin karyawan/pegawai rendah?, mengapa prestasi siswa rendah?, mengapa
kualitas pelayanan rendah?, mengapa kepuasan masyar akat terhadap kinerja instansi
pemerintah rendah?. Fokus perhatian dalam suatu pen elitian adalah masalah yang dituangkan
dalam pertanyaan penelitian, masalah yang muncul da lam pikiran peneliti berdasarkan
penelaahan situasi yang meragukan ( a perplexing situation ).
Diantara berbagai alasan, mengapa kita membutuhkan jawaban yang benar dari
sejumlah permasalahan tersebut adalah karena (1) pe rmasalahan tersebut dirasakan saat ini, dan
(2) dirasakan oleh banyak orang. Oleh karena itu, a gar jawaban yang kita peroleh tersebut baik,
maka diperlukan proses berpikir yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
Berpikir adalah menyusun kata-kata menjadi saling b erhubungan satu sama lain.
Berpikir juga berarti menghubungkan suatu fenomena dengan fenomena lainnya dalam pikiran.
Berpikir berarti menempatkan kesadaran kepada suatu objek sampai pikiran bergerak untuk
menyadari bagian-bagian lain dari objek yang disada ri itu. Seperti seseorang yang sedang
berlatih mengemudikan mobil. Setelah memperhatikan tata cara mengemudikan mobil, ia dapat
menemukan bahwa terdapat fungsi dari masing-masing alat yang ada dimobil tersebut.
Kemudian ia melakukan suatu pencatatan dan dapat me nghubungkan satu bagian dengan
bagian lainnya. Adanya bahasa lisan dan tulisan, me nandai adanya aktifitas berpikir.
Ada berbagai macam cara seseorang berpikir. Diantar anya adalah berpikir analitik dan
berpikir sintetik. Berpikir analitik berarti menghu bungkan satu objek dengan objek lainnya
yang merupakan kemestian bagi objek yang pertama. S eperti misalnya, “air” dengan “basah”.
Setiap air memiliki sifat basah . Contoh lainnya “a pi” dengan “panas”, dan “jatuh” dengan “ke
bawah”. Setiap api itu panas. Setiap benda atau ses uatu yang jatuh pasti ke bawah. Oleh karena
itu menghubungkan objek yang menjadi kemestian bagi objek lainnya disebut dengan berpikir
analitik. Sedangkan cara berpikir sintetik, berarti menghubungkan satu objek dengan objek
lainnya yang bukan merupakan kemestian bagi objek y ang pertama. Semacam "rambut" dan
"basah". Sifat "basah" merupakan kemestian bagi "ai r" tapi bukan kemestian bagi "rambut".
Seseorang yang berkata, "rambutku basah", berarti d ia telah berpikir dengan cara sintetik.
Cara berpikir lainnya adalah deduktif dan induktif. Deduksi berasal dari bahasa Inggris
deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-kea daan yang umum, menemukan
yang khusus dari yang umum. 1 Dengan demikian deduksi adalah cara berpikir dimana dari
pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan ya ng bersifat khusus. Penarikan kesimpulan
secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpiki r yang dinamakan silogismus.
Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan seb uah kesimpulan 2. Sedangkan induktif
adalah suatu upaya membangun teori berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan. Berpikir
1 W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Tahun 2006, hal 273
2 Jujun.S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu. Sinar Harapan , Tahun 2005, hal 48-49
P
PENELITIAN KUANTITATIF….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
129 secara induktif merupakan suatu cara berpikir denga n mendasarkan pada pengalaman yang
berulang. Bisa juga merupakan sebuah kumpulan fakta yang berserakan yang kemudian kita
cari kesesuaian diantara fakta-fakta tersebut sehin gga masing masing fakta memiliki
keterkaitan satu sama lain. Dengan demikian berpiki r secara induktif merupakan suatu rekayasa
dari berbagai macam kasus yang unik atau khusus yan g kemudian dikembangkan menjadi suatu
penalaran tunggal yang menggabungkan kasus-kasus kh usus tersebut kedalam suatu bentuk
pemahaman yang umum. Hukum yang disimpulkan difenom ena yang diselidiki berlaku bagi
fenomena sejenis yang belum diteliti (generalisasi) .
Metodologi penelitian yang baik akan menghasilkan p aradigma yang baru dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil pemikiran para digma selalu tidak mencukupi dan
terbuka untuk perubahan selanjutnya. Dengan kata la in hasil pemikiran melalui perubahan
paradigma akan selalu bersifat relative, hal ini be rgantung pada data dan fakta yang diperoleh
dari dunia nyata yang kemudian dianalisis menurut k aidah-kaidah ilmiah.
Kaidah ilmiah yang dimaksud adalah dengan melakukan penelitian ( research ).
Penelitian atau research berasal dari kata “ re ” yang berarti kembali dan “ search ” yang berarti
mencari, apabila digabung menjadi research, maka ar tinya menjadi “mencari kembali”. Apa
yang dicari kembali ?. Yang dicari adalah sesuatu y ang hilang. Hilang yang dimaksud adalah
sesuatu yang tidak ada dari sejumlah yang seharusny a ada. Jika yang seharusnya ada itu
berjumlah seratus, tetapi yang ada hanya delapan pu luh, maka yang jadi pertanyaan, ke mana
yang dua puluhnya lagi. Inilah yang akan kita cari.
Mendengar kata penelitian, orang mulai mereka-reka tentang adanya hal yang “belum
ditemukan sehingga harus ditemukan”, “masih kurang jelas sehingga harus dijelaskan”, masih
menjadi “tanda tanya sehingga harus dijawab”, “masi h kurang maksimal sehingga harus
dimaksimalkan”. Oleh karena itu diperlukan cara unt uk mengungkapkan “ketidakjelasan”,
semua “tanda tanya”, dan semua yang masih “kurang m aksimal”.
Konstruksi pemikiran ini sejalan dengan paham falsi fication, yaitu suatu paham atau
pemikiran, bahwa hasil pengamatan selalu bersifat f als. Artinya penemuan-penemuan ilmiah
selalu memiliki celah untuk diperbaharui, jika dike mudian hari ditemukan sesuatu yang baru.
Apakah itu bersifat menggugurkan konsep atau teori yang lama atau menguatkan, bahkan
mendapatkan konsep atau teori yang baru.
Terkait dengan fenomena upaya penemuan kebenaran il miah melalui proses riset
sebelumnya, tulisan ini telaahnya akan difokuskan p ada persoalan penelitian kuantitatif dan
kualitatif serta upaya untuk menggabungkannya dalam proses riset. Dalam kaitan telaah
tersebut, maka dasar-dasar pemikiran dalam penggabu ngannya tadi, juga termasuk menjadi
bagian dari bahasan tulisan ini.
PEMBAHASAN
Filsafat Positivistik dan Filsafat Fenomenologik
Penganut filsafat positivistik berpendapat bahwa ke beradaan sesuatu merupakan
besaran yang dapat diukur. Peneliti adalah pengamat yang objectif atas peristiwa yang terjadi di
dunia. Mereka percaya bahwa variabel yang mereka te liti, merupakan suatu yang telah ada di
dunia. Hubungan antara variabel yang mereka temukan , telah ada sebelumnya untuk dapat
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA PENELITIAN KUANTITATIF…..
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
130 diungkap. Pengetahuan merupakan pernyataan atas fak ta atau keyakinan yang dapat diuji
secara empirik. Variabel dan pengetahuan tentang ma nusia, dapat dinyatakan dalam istilah
fisika seperti halnya dalam pengetahuan eksakta. Mi salnya peran/pengaruh Kepemimpinan
Kepala Desa dapat dijabarkan meliputi variabel kema mpuan membujuk, kemampuan
mengarahkan, dan kemampuan mengendalikan masyarakat desa.
Tradisi positivistik ini menggunakan landasan berpi kir:”kalau sesuatu itu ada, maka
sesuatu itu mengandung besaran yang dapat diukur.” Banyak di antara kita menganggap bahwa
pernyataan itu masuk akal, sebab kalau kita tidak d apat mengukur dengan tepat, bagaimana kita
dapat mengetahui hubungan dengan variabel lain. Par a positivis berpendapat bahwa penelitian
adalah pengamatan obyektif atas peristiwa yang ada di alam semesta, di mana peneliti tersebut
tidak mempunyai pengaruh atau dampak terhadap peris tiwa tersebut.
Sedangkan filsafat fenomenologik pertama kali dikem bangkan oleh seorang
matematikawan Jerman Edmund Husserl (1850-1938). Me nurutnya filsafat fenomenologik
berupaya untuk memahami makna yang sesungguhnya ata s suatu pengalaman dan menekankan
pada kesadaran yang disengaja ( intentionallity of consciousness ) atas pengalaman, karena
pengalaman mengandung penampilan ke luar dan kesada ran di dalam, yang berbasis pada
ingatan, gambaran dan makna. Pendekatan fenomenolog ik/pascapostivistik berakar pada tradisi
dalam sosiologi dan antropologi yang bertujuan untu k memahami suatu gejala seperti apa
adanya tanpa harus mengontrol variabel dan tidak be rusaha menggeneralisasi gejala tersebut
dalam gejala-gejala yang lain. Termasuk dalam penel itian ini adalah etnografi, studi kasus,
studi naturalistic, sejarah, biografi, teori membum i ( grounded theory ), dan studi deskriptif
(Creswell, 1994; Denzin dan Lincoln, 2003; Merriam, 1998). 3
Paradigma Penelitian Kuantitatif dan Kua litatif
Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut paradigma penelitian yang
cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitat if dan penelitian kualitatif. Dari segi
peristilahan para ahli nampak menggunakan istilah a tau penamaan yang berbeda-beda
meskipun mengacu pada hal yang sama, untuk itu guna menghindari kekaburan dalam
memahami kedua pendekatan ini, berikut akan dikemuk akan penamaan yang dipakai para
ahli dalam penyebutan kedua istilah tersebut sepert i terlihat dalam tabel 1 berikut ini :
Tabel 1.
Quantitative and Qualitative Research : Alternative Labels 4
Quantitative Qualitative Authors
Rasionallistic Naturalistic Guba &Lincoln (1982)
Inquiry from the Outside Inquiry from the inside Ev ered & Louis (1981)
functionalist Interpretative Burrel & Morgan (1979 )
3 John W. Creswell, Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mix ed Methods Approachs, Second
edition , London: Sage Publications, 1994.
4 Alan Bryman (1988) dalam Julia Brannen, Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Resear ch .
Brookfield, USA: Avebury, Aldershot Publisher, 1992 , hal. 58
PENELITIAN KUANTITATIF….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
131 Positivist Constructivist Guba (1990)
Positivist Naturalistic-ethnographic Hoshmand (1989 )
Masalah kuantitatif lebih umum memiliki wilayah yan g luas, tingkat variasi yang
kompleks namun berlokasi dipermukaan. Akan tetapi m asalah-masalah kualitatif berwilayah
pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi yang rendah namun memiliki kedalaman
bahasan yang tak terbatas.
Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggun aan diri si peneliti sebagai
instrumen. Lincoln dan Guba mengemukakan bahwa dala m pendekatan kualitatif peneliti
seyogianya memanfaatkan diri sebagai instrumen, kar ena instrumen nonmanusia sulit
digunakan secara luwes untuk menangkap berbagai rea litas dan interaksi yang terjadi. Peneliti
harus mampu mengungkap gejala sosial di lapangan de ngan mengerahkan segenap fungsi
inderawinya. 5 Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima ole h informan dan
lingkungannya agar mampu mengungkap data yang terse mbunyi melalui bahasa tutur, bahasa
tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berke mbang dalam dunia dan lingkungan
informan.
Perbedaan penting kedua pendekatan berkaitan dengan pengumpulan data. Dalam
tradisi kuantitatif instrumen yang digunakan telah ditentukan sebelumnya dan tertata dengan
baik sehingga tidak banyak memberi peluang bagi fle ksibilitas, masukan imajinatif dan
refleksitas. Instrumen yang biasa dipakai adalah an gket (kuesioner). Dalam tradisi kualitatif,
peneliti harus menggunakan diri mereka sebagai inst rumen, mengikuti asumsi-asumsi kultural
sekaligus mengikuti data.
Kedua pendekatan tersebut masing-masing mempunyai k elebihan dan kelemahan.
Pendekatan kualitatif banyak memakan waktu, reliabi ltasnya dipertanyakan, prosedurnya tidak
baku, desainnya tidak terstruktur dan tidak dapat d ipakai untuk penelitian yang berskala besar
dan pada akhirnya hasil penelitian dapat terkontami nasi dengan subyektifitas peneliti.
Pendekatan kuantitatif memunculkan kesulitan dalam mengontrol variabel-variabel lain
yang dapat berpengaruh terhadap proses penelitian b aik secara langsung ataupun tidak
langsung. Untuk menciptakan validitas yang tinggi j uga diperlukan kecermatan dalam proses
penentuan sampel, pengambilan data dan penentuan al at analisisnya.
Jadi yang menjadi masalah penting dalam penelitian kuantitatif adalah kemampuan
untuk melakukan generalisasi hasil penelitian; sebe rapa jauh hasil penelitian dapat
digeneralisasi pada populasi. Sedangkan penelitian kualitatif mencari data tidak untuk
melakukan generalisasi, karena penelitian kualitati f meneliti proses bukan meneliti permukaan
yang nampak.
5 Yvonna S. Lincoln & Egon G. Guba. Naturalistic Inquiry . Beverly Hills : Sage Publications. 1985, hal.
52
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA PENELITIAN KUANTITATIF…..
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
132 Desain Eksplanasi dan Deskriptif
Penelitian kuantitatif biasanya menggunakan desain eksplanasi, di mana objek telaahan
penelitian eksplanasi ( explanatory research ) adalah untuk menguji hubungan antar-variabel
yang dihipotesiskan. Pada jenis penelitian ini, jel as ada hipotesis yang akan diuji kebenarannya.
Hipotesis itu sendiri menggambarkan hubungan antara dua atau lebih variabel; untuk
mengetahui apakah sesuatu variabel berasosiasi atau kah tidak dengan variabel lainnya; atau
apakah sesuatu variabel disebabkan/dipengaruhi atau kah tidak oleh variabel lainnya.
Desain eksplanasi dimaksudkan untuk menjelaskan sua tu generalisasi sampel terhadap
populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan at au pengaruh dari satu variabel terhadap
veriabel yang lain. Oleh karena itu, dalam format e ksplanasi peneliti menggunakan sampel dan
hipotesis penelitian. Desain eksplanasi memiliki kr edibilitas untuk mengukur, menguji
hubungan sebab akibat dari dua atau lebih variabel dengan menggunakan analisis statistik
inferensial (induktif). Disamping itu penelitian ek splanasi juga dapat digunakan untuk
mengembangkan dan menyempurnakan teori bahkan sebal iknya melemahkan bahkan
mengugurkan teori.
Penelitian dengan desain eksplanasi dapat dilakukan dengan survei dan eksperimen.
Dalam format eksplanasi survey, peneliti diwajibkan membangun hipotesis penelitian dan
mengujinya di lapangan, karena format ini bertujuan mencari hubungan sebab akibat dari
variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian, a lat utama yang digunakan untuk analisis data
adalah statistik inferensial. Sedangkan format eksp lanasi eksperimen, disamping memiliki sifat-
sifat yang hampir sama dengan eksplanasi survei, ju ga lebih bersifat laboratoris, artinya dalam
eksperimen mengutamakan cara-cara memanipulasi obye k penelitian yang dilakukan
sedemikian rupa untuk tujuan penelitian. Dalam pene litian eksplanasi eksperimen terdapat
variabel yang dimanipulasi dan variabel yang tidak dimanipulasi, selain itu untuk mengontrol
pengaruh kedua varibel tersebut digunakan variabel kontrol.
Contoh permasalahan yang ditelaah, misalnya: ”Apaka h motivasi seseorang dalam
bekerja mempengaruhi kinerjanya ?”, ”Apakah ada hub ungan antara partispasi masyarakat
dengan pembangunan ?”, ”Apakah terdapat perbedaan y ang signifikan dalam keharmonisan
rumah tangga di antara keluarga-keluarga yang suami -istrinya seiman dengan keluarga-
keluarga yang suami-istrinya tidak seiman ?”, ”Apak ah ada korelasi antara tingkat pendidikan
seseorang dengan tinggi-rendahnya status ekonomi or ang tuanya?” dan lain-lain permasalahan
yang serupa. Untuk menjawab pertanyaan yang diconto hkan tadi membutuhkan pengolahan
statistik yang relevan, apakah untuk mengetahui kor elasi antarvariabel ataukah untuk
mengetahui signifikansi perbedaan mengenai sesuatu variabel di antara kelompok-kelompok
sampel yang diteliti (statistik yang digunakan adal ah inferensial).
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang me mberi gambaran yang lebih jelas
tentang situasi-situasi sosial seperti kehidupan ma lam kelompok Penjaja Seks Komersial
(PSK), kehidupan kaum pendatang di kota, anak jalan an, dan lain sebagainya. Sering penelitian
deskriptif didahului oleh penelitian eksploratif da n memberi bahan yang memungkinkan
penelitian eksperimental.
Penelitian deskriptif ( descriptive research ), yang biasa disebut juga penelitian
taksonomik ( taxonomic research ), seperti telah disebutkan sebelumnya, dimaksudkan untuk
eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomen a atau kenyataan sosial, dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan de ngan masalah dan unit yang diteliti. Jenis
PENELITIAN KUANTITATIF….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
133 penelitian ini tidak sampai mempersoalkan hubungan antar-variabel yang ada; tidak
dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjela skan variabel-variabel
antecedent/independent yang menyebabkan sesuatu gejala kenyataan sosial t erjadi
(consequence/dependent ). Karenanya, pada suatu penelitian deskriptif, tid ak menggunakan dan
tidak melakukan pengujian hipotesis (seperti yang d ilakukan dalam penelitian eksplanasi);
berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan menge mbangkan perbendaharaan teori.
Dalam pengolahan dan analisis data, lazimnya menggu nakan pengolahan statistik yang bersifat
deskriptif ( statistic deskriptif ).
Contoh permasalahan penelitian yang tergolong penel itian deskriptif seperti:
”Bagaimanakah Gambaran Pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun ?”, ”Bagaimanakah Gambaran
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Bidang Pertanian?”, ” Bagaimanakah Gambaran Pelaksanaan
Pelayanan KTP di Kantor Kelurahan?”, dan lain-lain permasalahan yang serupa. Pada
permasalahan yang dicontohkan tadi, hasil penelitia nnya hanyalah berupa deskripsi mengenai
variable-variabel tertentu, dengan menyajikan freku ensi, angka rata-rata, atau kualifikasi
lainnya untuk masing-masing kategori di suatu varia bel.
Menggabungkan Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Kualitatif
Sejak awal, dalam melakukan penelitian sudah harus ditentukan dengan jelas
pendekatan atau desain penelitian apa yang akan dit erapkan, hal ini dimaksudkan agar
penelitian tersebut dapat benar-benar mempunyai lan dasan kokoh dilihat dari sudut metodologi
penelitian, disamping pemahaman hasil penelitian y ang akan lebih proporsional apabila
pembaca mengetahui pendekatan atau desain yang dite rapkan.
Obyek dan masalah penelitian memang mempengaruhi pe rtimbangan-pertimbangan
mengenai pendekatan, desain ataupun metode peneliti an yang akan diterapkan. Tidak semua
obyek dan masalah penelitian bisa didekati dengan p endekatan tunggal, sehingga diperlukan
pemahaman pendekatan lain yang berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan diteliti
tidak pas atau kurang sempurna dengan satu pendekat an maka pendekatan lain dapat
digunakan, atau bahkan mungkin menggabungkannya.
Meskipun dalam tataran epistemologis/filosofis perb edaan antara keduanya tampak,
karena paham positivistik merupakan pendekatan penelitian yang umumnya disam akan dengan
penelitian kuantitatif, sementara itu paham naturalistik merupakan pendekatan penelitian yang
mewakili penelitian kualitatif, namun pada tatara n praktis sebenarnya keduanya dapat
digunakan secara bersamaan. Hal ini sesuai dengan p endapat Creswell bahwa : “In terms of
mixing methods, in 1959 Campbell and Fisk sought to use more than one method to measure a
psychological trait to ensure that the variance was reflected in the trait and not in the method
(see Brewer & Hunter 1989, for a summary of Campbell and Fisk’s multimethod-mu ltitrait
approach ).” 6
Hampir semua penelitian sosial merupakan kombinasi antara pendekatan kuantitatif
dan kualitatif, hal ini di karenakan penelitian sos ial yang hanya menggunakan pendekatan
6 John W. Creswell, op. cit ., hal. 174
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA PENELITIAN KUANTITATIF…..
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
134 kuantitatif saja tidak akan mempunyai makna, karena hanya menghasilkan angka-angka.
Begitupun sebaliknya jika penelitian itu hanya meng gunakan pendekatan kualitatif saja, maka
hasilnya hanya berupa narasi atas fakta empirik yan g kemungkinan datanya berupa kalimat bisa
direkayasa.
Kedua pendekatan tersebut memang dapat dibedakan ka rena latar belakang filsafatnya;
pendekatan kuantitatif digunakan bila seseorang mem ulainya dengan teori atau hipotesis dan
berusaha membuktikan kebenarannya, sedangkan pendek atan kualitatif bila seseorang berusaha
menafsirkan realitas dan berusaha membangun teori b erdasarkan apa yang dialami.
Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelit ian yang mewakili paham
positivisme, sementara itu penelitian kualitatif m erupakan pendekatan penelitian yang
mewakili paham naturalistik (fenomenologis). Peneli tian dengan pendekatan kuantitatif dan
kualitatif oleh sebagian kalangan tidak boleh dicam puradukan, namun pemahaman ini dianggap
keliru oleh para peneliti yang melihat bahwa masing -masing pendekatan penelitian mempunyai
kelemahan, dan oleh karenanya dianggap perlu untuk melakukan kombinasi, agar masing-
masing pendekatan saling melengkapi.
Beberapa pertentangan itu, terungkap dari pemahaman peneliti bahwa kegiatan
penelitian harus dilakukan dengan survei. Ditambah lagi ada pemahaman lain bahwa penelitian
yang benar jika menggunakan sebuah kuesioner dan da tanya dianalisa dengan menggunakan
teknik statistik. Pemahaman ini berkembang karena k uatnya pengaruh aliran positivistik
dengan metode penelitian kuantitatif.
Pada mulanya metode kuantitatif dianggap memenuhi s yarat sebagai metode penilaian
yang baik, karena menggunakan alat-alat atau instru men untuk mengakur gejala-gejala tertentu
dan diolah secara statistik. Tetapi dalam perkemban gannya, data yang berupa angka dan
pengolahan matematis tidak dapat menerangkan kebena ran secara meyakinkan. Oleh sebab itu
digunakan metode kualitatif yang dianggap mampu men erangkan gejala atau fenomena secara
lengkap dan menyeluruh.
Salah satu argumen yang dikedepankan oleh metode pe nelitian kualitatif adalah
keunikan manusia atau gejala sosial yang tidak dapa t dianalisa dengan metode statistik. Metode
penelitian kualitatif menekankan pada metode peneli tian observasi dan dialog (wawancara
mendalam) di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik.
Pendekatan kualitatif menekankan pada makna dan pem ahaman dari dalam ( verstehen ),
penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam k onteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pend ekatan kualitatif lebih mementingkan
pada proses dibandingkan dengan hasil akhir; oleh k arena itu urut-urutan kegiatan dapat
berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan
Pada mulanya metode kuantitatif dianggap memenuhi s yarat sebagai metode penilaian
yang baik, karena menggunakan alat-alat atau instru men untuk mengukur gejala-gejala tertentu
dan diolah secara statistik. Tetapi dalam perkemban gannya, data yang berupa angka dan
pengolahan matematis tidak dapat menerangkan kebena ran secara meyakinkan. Oleh sebab itu
digunakan metode kualitatif yang dianggap mampu men erangkan gejala atau fenomena secara
PENELITIAN KUANTITATIF….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
135 lengkap dan menyeluruh 7. Hal ini sejalan dengan pendapat Strauss dan Corbi n (1990) bahwa
teknik analisis kuantitatif dapat dikombinasikan de ngan teknik analisis kualitatif. 8
Menurut Bryman 9 terdapat empat model dalam menggabungkan penelitia n dengan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif, yaitu :
1. Penelitian kualitatif digunakan untuk memf asilitasi penelitian kuantitatif.
2. Penelitian kuantitatif digunakan untuk mem fasilitasi penelitian kualitatif
3. Kedua pendekatan diberikan bobot yang sama
4. Triangulasi
Model I : Kualitatif Memfasilitasi Kuantitatif
Model pertama ini peneliti dapat melakukannya deng an cara sebagai berikut, tahap
pertama dalam penelitian, peneliti melakukan peneli tian kualitatif dengan teknik pengumpulan
data observasi dan wawancara. Observasi dan wawanca ra ini merupakan salah satu teknik
pengumpulan data utama dalam pendekatan kualitatif yang berfungsi sebagai bahan dalam
melakukan analisis data secara mendalam. Dari hasil analisis tersebut, diharapkan muncul
praduga penulis terhadap fenomena yang selama ini t erjadi. Untuk melakukan hal itu, maka
peneliti membuat sebuah hipotesis, yang menunjukkan dugaan hubungan antar fakta yang satu
dengan fakta yang lainnya berdasarkan data empirik dari lapangan yang berhasil dikumpulkan,
dianalisis dan disintesiskan dalam bentuk hipotesis .
Tahap kedua dalam penelitian cara ini adalah menguj i hipotesis yang telah dibuat dengan
tujuan apakah ada pengaruh/hubungan variabel yang m empengaruhi terhadap variabel yang
dipengaruhi.
Model II : Kuantitatif Memfasilitasi Kualitatif
Model kedua ini peneliti dapat melakukannya dengan cara sebagai berikut, tahap
pertama dalam penelitian, peneliti melakukan peneli tian kuantitatif dengan teknik pengumpulan
data angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner i ni merupakan salah satu teknik
pengumpulan data utama dalam pendekatan kuantitatif yang berfungsi sebagai bahan dalam
melakukan analisis data, baik data statistik deskri ptif maupun data statistik inferensial. Dari
hasil analisis tersebut, peneliti melakukan tahap k edua, yaitu berusaha memberikan makna
yang mendalam terhadap data statistik yang diperole h melalui instrumen wawancara terhadap
informan yang mengetahui secara persis obyek peneli tian.
Model III : Kuantitatif dan Kualitatif Diberikan Bo bot yang Sama
Model ketiga ini peneliti harus melaksanakan dua p endekatan penelitian ini secara
bersamaan, yaitu desain penelitian kuantitatif dan desain penelitian kualitatif. Untuk desain
7 Mohammad Mulyadi, Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Serta Prakte k Kombinasinya Dalam
Penelitian Sosial. Jakarta : Nadi Pustaka, 2010, hal. 9
8 Strauss dan Corbin (1990) dalam NormanK. Denzin & Tvona S. Lincoln (Eds.) (1997) Handbook of
Qualitative Research . Terjemahan Dariyatno dkk. Yogyakarta : Pustaka Pe lajar, 2009, hal. 350.
9 Alan Bryman (1988) dalam Julia Brannen, op. cit., hal. 81
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA PENELITIAN KUANTITATIF…..
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
136 penelitian kuantitatif, instrumen pengumpulan datan ya dengan cara angket atau kuesioner.
Sedangkan desain penelitian kualitatif menggunakan instrumen pengumpulan datanya dengan
cara wawancara.
Cara seperti ini dapat dilakukan dengan aplikasi ju dul kasus sebagai berikut : “Kajian Peranan
Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Ma nusia”. Setelah peneliti melakukan
identifikasi masalah, maka masalah yang muncul iala h sbb: 1) Faktor-faktor apa saja yang
mendorong keluarga untuk meningkatkan kualitas SDM? , b) Bagaimana peran keluarga dalam
meningkatkan kualitas SDM?.
Masalah pertama dapat diselesaikan dengan menggunak an survei, yaitu meminta responden
untuk menjawab kuesioner yang diajukan. Untuk menja wab formulasi masalah kedua, peneliti
harus menggunakan pendekatan kualitatif, metode waw ancara.
Model IV : Triangulasi
Model keempat ini peneliti yang menggunakan pendeka tan kuantitatif sebagai
pendekatan pertama dalam penelitiannya, melakukan v erifikasi hasil temuan penelitiannya
dengan hasil penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif atau sebaliknya. Dalam kasus
penelitian, misalnya seorang peneliti ingin mengeta hui “seberapa besar pengaruh partisipasi
masyarakat terhadap pembangunan masyarakat di Kabup aten X.” Peneliti kemudian melakukan
survei ke masyarakat yang telah dipilih sebagai res ponden. Dalam studinya peneliti
menemukan besarnya pengaruh ditentukan oleh dimensi -dimensi dari varaibel partisipasi
masyarakat. Kemudian peneliti tersebut melakukan pe ngecekan dengan cara mewawancari
beberapa tokoh masyarakat atau melakukan pengamatan . Model ini dapat sebaliknya. Yang
terpenting ialah masing-masing penelitian dilakukan oleh peneliti yang berbeda dengan sampel
dan latar yang berbeda pula.
PENUTUP
Penelitian dengan model ini, menggabungkan dua pend ekatan, yaitu penelitian dengan
pendekatan kuantitaif dan kualitatif. Pendekatan ku antitatif dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat korelasi ataupun pengaruh independent variable terhadap dependent variable . Adapun
pendekatan kualitatif dilakukan dengan observation partisipation untuk membuat deskripsi,
gambaran, lukisan atau makna secara sistematik, men dalam, faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat serta hubungan antar variabel ya ng diteliti.
Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian deng an model seperti ini menggunakan
explanatory research dan descriptive research . Penelitian eksplanasi ( explanatory research )
digunakan untuk menguji hubungan antar-variabel yan g dihipotesiskan. Hipotesis itu sendiri
menggambarkan hubungan antara dua variabel; untuk m engetahui apakah independent variable
mempengaruhi dependent variable .
Format Eksplanasi dimaksudkan untuk menjelaskan sua tu generalisasi sampel terhadap
populasinya atau menjelaskan hubungan atau pengaruh dari satu variabel terhadap variabel
yang lain. Oleh karena itu, dalam format eksplanasi peneliti menggunakan sampel dan hipotesis
penelitian. Penelitian eksplanasi memiliki kredibil itas untuk mengukur, menguji hubungan
sebab akibat dari dua atau lebih variabel dengan me nggunakan analisis statistik inferensial
(induktif). Disamping itu penelitian eksplanasi jug a dapat digunakan untuk mengembangkan
dan menyempurnakan teori bahkan sebaliknya melemahk an bahkan mengugurkan teori.
PENELITIAN KUANTITATIF….. JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
137 Penelitian deskriptif ( descriptive research ), dimaksudkan untuk eksplorasi dan
klarifikasi mengenai korelasi atau pengaruh independent variable terhadap dependent variable ,
dengan jalan mendeskripsikan sejumlah indikator yan g berkenaan dengan masalah dan unit
yang diteliti.
Alasan pemilihan kedua pendekatan penelitian terseb ut adalah bahwa kedua jenis
penelitian tersebut saling memperkuat dan saling me lengkapi sehingga akan dicapai hasil
penelitian yang tidak hanya obyektif, terstruktur d an terukur namun akan dicapai juga hasil
penelitian yang mendalam dan faktual.
Daftar Pustaka
Brannen, Julia. 1992. Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Resear ch . Brookfield,
USA: Avebury, Aldershot Publisher.
Creswell, John W. 1994. Research Design, Qualitative, Quantitative, and Mix ed Methods
Approachs, Second edition . London: Sage Publications.
Denzin, Norman K. & Tvona S. Lincoln (Eds.). Handbook of Qualitative Research .
Terjemahan oleh Dariyatno dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hal. 350.
Lincoln, Yvonna S. & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry . Beverly Hills: Sage
Publications.
Mulyadi, Mohammad. 2010. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Serta Prakte k Kombinasinya
Dalam Penelitian Sosial. Jakarta : Nadi Pustaka.
Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka.
Suriasumantri, Jujun.S., 2005. Filsafat Ilmu . Jakarta : Sinar Harapan.
JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA PENELITIAN KUANTITATIF…..
Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni 2011)
138 Beberapa Konsep Teoritik Dalam Teori Penetrasi Sosia l
The social penetration theory menyatakan bahwa berkembangnya hubungan-hubungan it u,
bergerak mulai dari tingkatan yang paling dangkal, mulai dari tingkatan yang bukan bersifat inti menuj u
ke tingkatan yang terdalam, atau ke tingkatan yang lebih bersifat pribadi. Dengan penjelasan ini, mak a
teori penetrasi sosial dapat diartikan juga sebagai sebuah model yang menunjukkan perkembangan
hubungan, yaitu proses di mana orang saling mengena l satu sama lain melalui tahap pengungkapan
informasi.
Perkembangan hubungan sebagaimana dimaksudkan tadi, oleh Irwin Altman dan Dalmas
Taylor, berlangsung dalam empat tahap. Tahapan mana , perkembangan hubungan itu dianalogikannya
dengan sebuah bawang merah yang memiliki lapisan-la pisan kulit. Dengan analogi tersebut, maka
dijelaskan bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupasi lapisan-lapisan informasi mengenai dir i
masing-masing. Ini pulalah apa yang dimaksudkan dengan penetrasi itu, yakni pr oses pengelupasan
bagian-bagian informasi setiap individu dari suatu pasangan secara perlahan.
Pada lapisan pertama atau terluar kulit bawang (tah ap pertama), maka informasinya bersifat
superficial . Informasi yang demikian wujudnya antara lain sepe rti nama, alamat, umur, suku dan lain
sejenisnya. Biasanya informasi demikian kerap menga lir saat kita berkomunikasi dengan orang yang
baru kita kenal. Tahapan ini sendiri disebut dengan tahap orientasi. Tahap kedua (lapisan kulit bawang
kedua) disebut dengan tahap pertukaran afektif eksploratif . Tahap ini merupakan tahap ekspansi awal
dari informasi dan perpindahan ke tingkat pengungka pan yang lebih dalam dari tahap pertama. Dalam
tahap tersebut, di antara dua orang yang berkomunik asi, misalnya mulai bergerak mengeksplorasi ke soal
informasi yang berupaya menjajagi apa kesenangan masing-masing. Misalnya kesenangan dari segi
makanan, musik, lagu, hobi, dan lain sejenisnya. Ta hapan berikutnya adalah tahap ketiga, yakni tahap
pertukaran afektif . Pada tahap ini terjadi peningkatan informasi yang lebih bersifat pribadi, misalnya
tentang informasi menyangkut pengalaman-pengalaman privacy masing-masing. Jadi, di sini masing-
masing sudah mulai membuka diri dengan informasi di ri yang sifatnya lebih pribadi, misalnya seperti
kesediaan menceritakan tentang problem pribadi. Den gan kata lain, pada tahap ini sudah mulai berani
“curhat”. Tahap ke empat merupakan tahapan akhir at au lapisan inti, disebut juga dengan tahap
pertukaran yang stabil. Pada tahap tersebut sifatnya sudah sangat intim dan memungkinkan pasangan
tersebut untuk memprediksikan tindakan-tindakan dan respon mereka masing-masing dengan baik.
Informasi yang dibicarakan sudah sangat dalam dan m enjadi inti dari pribadi masing-masing pasangan,
misalnya soal nilai, konsep diri, atau perasaan emo si terdalam.
Permasalahannya sekarang adalah, apakah proses pene trasi lewat interaksi yang terjadi pada
suatu pasangan selalu terjadi dalam proses yang lin ier melalui empat tahapan itu? Menurut Altman dan
Taylor, dengan mengacu pada teori pertukaran sosial dari John Thibaut dan Harold Kelley, itu tergantun g
pada setiap individu suatu pasangan dalam melihat u ntung ruginya hubungan yang mereka buat terhadap
diri mereka masing-masing. Jika setiap individu men ilai bahwa hubungan tersebut pada setiap tahapnya
(tahap 1, 2 dan 3) bisa saling menguntungkan diri m asing-masing, maka tahapan tersebut akan berlanjut
hingga tahap empat. Namun bila yang terjadi sebalik nya, misalnya sejak tahap pertama menuju tahap
kedua sudah dinilai telah terjadi penurunan keuntu ngan dan peningkatan kerugian , maka hubungan akan
merenggang atau tahapan berikutnya tidak akan terja di di antara sesama individu dalam suatu pasangan.
Lalu, apakah ukuran bagi setiap individu dalam suat u pasangan dalam menentukan dilanjutkan
tidaknya tahapan-tahapan hubungan dalam suatu prose s penetrasi sosial lewat interaksi? Menurut Altman
dan Taylor, ada dua standar ukuran bagi keseimbanga n antara cost and rewards . Pertama c omparison
level (CL): Ukurannya adalah kepuasan yang dicapai seseorang dalam hubungan yang dibuatn ya. Kedua,
comparison level of alternatives (CL alt). Ukuran yang digunakan adalah hasil terendah atau terburuk
dalam konteks cost and reward yang sifatnya dapat ditolerir seseorang dengan mem pertimbangkan
alternatif-alternatif yang dimiliki seseorang. (Dis ajikan oleh Hasyim Ali Imran).
Copyright Notice
© Licențiada.org respectă drepturile de proprietate intelectuală și așteaptă ca toți utilizatorii să facă același lucru. Dacă consideri că un conținut de pe site încalcă drepturile tale de autor, te rugăm să trimiți o notificare DMCA.
Acest articol: PENELITIAN KUANTITATIF… JURNAL STUDI KOMUNIKASI DAN MEDIA [600234] (ID: 600234)
Dacă considerați că acest conținut vă încalcă drepturile de autor, vă rugăm să depuneți o cerere pe pagina noastră Copyright Takedown.
